Halo Sobat100, kembali tim100 menyapa kalian semua. Oh ya tahukah kalian sekarang tanggal berapa ? Ada peringatan apakah tanggal 28 September ini ? Ya, bagi sobat100 yang sudah tahu, tanggal 28 September diperingati sebagai Hari Perkeretaapian Indonesia. Seperti yang sudah kita ketahui saat ini, di Indonesia ada BUMN besar yang bergerak di jasa perkeretaapian. Ya BUMN tersebut adalah PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO). Nah bagaimana cerita sampai - sampai tanggal 28 September diperingati sebagai Hari Perkeretaapian Indonesia ? Mari simak penelusuran tim100 di artikel berikut ini.
Gambar diambil dari http://balaiyasaspelanska.weebly.com
Berikut ini cerita yang kami ambil dari portal resmi PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO) tentang kereta api di Indonesia mulai masa kolonial Belanda hingga sekarang (SELENGKAPNYA BACA DI SINI)
Kehadiran kereta api di Indonesia ditandai dengan pencangkulan pertama pembangunan jalan KA di desa Kemijen, Jum'at tanggal 17 Juni 1864 oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Mr. L.A.J Baron Sloet van den Beele. Pembangunan diprakarsai oleh Naamlooze Venootschap Nederlandsch Indische Spoorweg Maatschappij (NV. NISM) yang dipimpin oleh Ir. J.P de Bordes dari Kemijen menuju desa Tanggung (26 Km) dengan lebar sepur 1435 mm. Ruas jalan ini dibuka untuk angkutan umum pada hari Sabtu, 10 Agustus 1867.
Keberhasilan swasta, NV. NISM membangun jalan KA antara Kemijen - Tanggung, yang kemudian pada tanggal 10 Februari 1870 dapat menghubungkan kota Semarang - Surakarta (110 Km), akhirnya mendorong minat investor untuk membangun jalan KA di daerah lainnya. Tidak mengherankan, kalau pertumbuhan panjang jalan rel antara 1864 - 1900 tumbuh de-ngan pesat. Kalau tahun 1867 baru 25 Km, tahun 1870 menjadi 110 Km, tahun 1880 mencapai 405 Km, tahun 1890 menjadi 1.427 Km dan pada tahun 1900 menjadi 3.338 Km.
Selain di Jawa, pembangunan jalan KA juga dilakukan di Aceh (1874), Sumatera Utara (1886), Sumatera Barat (1891), Sumatera Selatan (1914), bahkan tahun 1922 di Sulawasi juga telah dibangun jalan KA sepanjang 47 Km antara Makasar-Takalar, yang pengoperasiannya dilakukan tanggal 1 Juli 1923, sisanya Ujungpandang - Maros belum sempat diselesaikan. Sedangkan di Kalimantan, meskipun belum sempat dibangun, studi jalan KA Pontianak - Sambas (220 Km) sudah diselesaikan. Demikian juga di pulau Bali dan Lombok, pernah dilakukan studi pembangunan jalan KA.
Sampai dengan tahun 1939, panjang jalan KA di Indonesia mencapai 6.811 Km. Tetapi, pada tahun 1950 panjangnya berkurang menjadi 5.910 km, kurang Iebih 901 Km raib, yang diperkirakan karena dibongkar semasa pendudukan Jepang dan diangkut ke Burma untuk pembangunan jalan KA di sana.
Jenis jalan rel KA di Indonesia semula dibedakan dengan lebar sepur 1.067 mm; 750 mm (di Aceh) dan 600 mm di beberapa lintas cabang dan tram kota. Jalan rel yang dibongkar semasa pendudukan Jepang (1942 - 1943) sepanjang 473 Km, sedangkan jalan KA yang dibangun semasa pendudukan Jepang adalah 83 km antara Bayah - Cikara dan 220 Km antara Muaro - Pekanbaru. Ironisnya, dengan teknologi yang seadanya, jalan KA Muaro - Pekanbaru diprogramkan selesai pembangunannya selama 15 bulan yang mempekerjakan 27.500 orang, 25.000 diantaranya adalah Romusha. Jalan yang melintasi rawa-rawa, perbukitan, serta sungai yang deras arusnya ini, banyak menelan korban yang makamnya bertebaran sepanjang Muaro- Pekanbaru.
Gambar diambil dari http://www.berdikarionline.com
Setelah kemerdekaan Indonesia diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945, karyawan KA yang tergabung dalam Angkatan Moeda Kereta Api (AMKA) mengambil alih kekuasaan perkeretaapian dari pihak Jepang. Peristiwa bersejarah tersebut terjadi pada tanggal 28 September 1945. Pembacaan pernyataan sikap oleh Ismangil dan sejumlah anggota AMKA lainnya, menegaskan bahwa mulai tanggal 28 September 1945 kekuasaan perkeretaapian berada di tangan bangsa Indonesia. Orang Jepang tidak diperbolehkan campur tangan lagi urusan perkeretaapian di Indonesia. Inilah yang melandasi ditetapkannya 28 September 1945 sebagai Hari Kereta Api di Indonesia, serta dibentuknya Djawatan Kereta Api Republik Indonesia (DKARI).
Ringkasan Sejarah Perkeretaapian Indonesia
Periode |
Status |
Dasar Hukum |
Th. 1864 |
Pertama kali dibangun Jalan Rel sepanjang 26 km antara Kemijen Tanggung oleh Pemerintah Hindia Belanda |
|
1864 s.d 1945 |
Staat Spoorwegen (SS) Verenigde Spoorwegenbedrifj (VS) Deli Spoorwegen Maatschappij (DSM) |
IBW |
1945 s.d 1950 |
DKA |
IBW |
1950 s.d 1963 |
DKA - RI |
IBW |
1963 s.d 1971 |
PNKA |
PP. No. 22 Th. 1963 |
1971 s.d.1991 |
PJKA |
PP. No. 61 Th. 1971 |
1991 s.d 1998 |
PERUMKA |
PP. No. 57 Th. 1990 |
1998 s.d. 2010 |
PT. KERETA API (Persero) |
PP. No. 19 Th. 1998 |
Mei 2010 s.d sekarang |
PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO) |
Instruksi Direksi No. 16/OT.203/KA 2010 |
Sumber Daya Manusia
Pada Tahun 2015, PT. Kereta Api Indonesia (Persero) memiliki karyawan 25.361 orang untuk menyelenggarakan pelayanan angkutan kereta api di Jawa dan Sumatera. Jumlah tersebut terbagi menurut pendidikan, dan usia pegawai seperti pada tabel di bawah ini :
SUMBER DAYA MANUSIA MENURUT PENDIDIKAN
URAIAN |
2015 |
a. SD |
1.512 |
b. SLTP |
1.536 |
c. SLTA |
20.275 |
d. D.3 |
583 |
e. S.1 |
1.377 |
f. S.2 |
78 |
JUMLAH : |
25.361 |
SUMBER DAYA MANUSIA MENURUT USIA
URAIAN |
2015 |
a. <30 |
11.272 |
b. 31 - 40 |
5.157 |
c. 41 - 50 |
5.736 |
d. 51 - 56 |
3.196 |
JUMLAH : |
25.361 |
KALEIDOSKOP
Berikut ini kaleidoskop berkaitan dengan perkeretaapian Indonesia diambil dari blog athba (SELENGKAPNYA BACA DI SINI)
1. Terowongan Wihelmina
Terowongan Wihelmina (Terowongan kereta api terpanjang)
Terowongan Wilhelmina merupakan terowongan kereta api terpanjang di Indonesia. Terowongan ini memiliki panjang 1116 meter dan dibangun untuk mendukung jalur kereta api rute Banjar - Pangandaran - Cijulang (82 km). Terowongan ini berada di perbatasan antara Desa Bagolo dan Desa Emplak, Kabupaten Ciamis, Propinsi Jawa Barat.
Terowongan Wilhelmina dibangun oleh perusahaan kereta api SS (Staats Spoorwegen) dan dibangun pada tahun 1914 serta mulai digunakan pada 1 Januari 1921. Namun terowongan ini kemudian menjadi non aktif seiring ditutupnya jalur kereta api rute Banjar - Cijulang (82 km) pada 3 Pebruari 1981 karena mahalnya biaya operasional dan sedikitnya pemasukan dari para penumpang kereta api.
Nama terowongan diambil dari nama ratu dari Kerajaan Belanda yang memiliki nama lengkap Wilhelmina Helena Pauline Maria. Wilhelmina menjadi Ratu Kerajaan Belanda dari tahun 1890 hingga 1948. Oleh masyarakat setempat, terowongan Wilhelmina sering disebut dengan terowongan Sumber.
Pada pertengahan tahun 1990, PT Kereta Api (Persero) pernah berupaya untuk menghidupkan kembali rute Banjar - Cijulang. Selain sebagai alternatif transportasi masyarakat, juga untuk mengembangkan pariwisata di Ciamis Selatan. Saat itu ada pertimbangan bahwa perjalanan kereta api rute Banjar - Cijulang dapat dijual sebagai sebuah paket wisata.
Saat ini kondisi terowongan Wilhelmina sungguh memprihatinkan, dengan rel yang hilang dan muka terowongan yang tidak terurus, dirambati akar-akar tanaman semak belukar, semakin menghilangkan pamor dari sejarah maupun aset wisata dari terowongan terpanjang di Indonesia ini.
2. Gerbong Tua di Magelang
Kedatangan benda bersejarah di Monumen Kereta Api berupa satu buah gerbong kereta berusia 107 tahun yang berada di Sub Terminal Kebonpolo Kota Magelang sejak 1986, diangkut ke museum Kereta Api di Ambarawa, Rabu (9/11) sore sekitar pukul 16.30 WIB menggunakan truk trailer, dan tiba di Museum Kereta Api Ambarawa pada Kamis (10/11) pukul 05.00.
Kereta api ini dipindah ke Ambarawa karena selama berada di Magelang tidak memperoleh pemeliharaan yang berarti. Hal itu membuat kondisi gerbong kereta api memprihatinkan. Di bagian bawah kerusakan mencapai 30 persen, banyak yang berkarat dan komponen lepas. Sedangkan dibagian atas, kayu gerbong sudah keropos.
Gerbong kereta tua ini, dulunya digunakan untuk mengangkut penumpang jurusan Magelang-Yoyakarta.
Pemindahan gerbong kereta api ke museum Ambarawa ini didukung penuh oleh komunitas pecinta kereta api. Antara lain dari PJL 99 Solo, IRPS Jogjakarta, dan komunitas Kota Toea Magelang.
3. Jembatan Cikacepit
Jembatan Cikacepit (Jembatan kereta api terpanjang)
Kereta api sebagai sarana transportasi massal tertua di Indonesia tak lepas dari sejarah kolonial. Namun seiring perkembangan jaman dan kalah dalam persaingan, banyak jalur kereta rusak dan tak terpakai. Salah satunya adalah sisa-sisa jalur kereta api Banjar - Cijulang, Jawa Barat.
Sebagai penumpang kereta api, Anda mungkin pernah melintasi stasiun Banjar yang dibangun tahun 1888 di jalur kereta api lintas Selatan. Namun tahukah anda bila di Stasiun Banjar terdapat juga jalur kereta percabangan menuju Cijulang, Ciamis? Berdiri di jantung kota Banjar, stasiun ini menajdi pusat percabangan ke Cijulang untuk lintas Bandung - Yogyakarta
Jalur kereta api Banjar - Pangandaran - Cijulang atau Banci, dibangun tahun 1911. Karena alamnya berbukit-bukit, di jalur ini Anda bisa menjumpai terowongan terpanjang dan terpendek di Indonesia.
Terowongan terpendek dinamakan Pangeran Hendrik, panjangnya hanya 128 meter. Warga sekitar menyebutnya terowongan Warung Bungur karena ada di Dusun Warung Bungur. Nama Hendrik diambil dari bangsawan Belanda, Duke Heinrich Wladimir Albrecht Eernst, suami Ratu Wihelmina.
Tak jauh dari terowongan Hendrik, terbentang jembatan Cikacepit sepanjang 190 meter. Jembatan ini dibuat dari rangka baja, dengan lebar tak lebih dari 1,7 meter hanya menyisakan rangka. Besi rel hilang entah ke mana, dijarah orang tak bertanggung jawab.
Sedangkan yang terpanjang namanya terowongan Ratu Wilhelmina. Dengan panjang lebih dari 1 kilometer, hanya cahaya kecil yang terlihat diujungnya. Nama terowongan ini diambil dari nama Ratu Belanda Wihelmina Helena Pauline Maria, yang berkuasa tahun 1890 hingga 1948. Terowongan ini katanya menjadi yang terpanjang di Indonesia, 1208 meter.
Dengan jarak kurang 300 meter dari terowongan Ratu Wilhelmina, terpanjang terdapat terowongan bengkok bernama Juliana. Disebut bengkok karena terowongan ini melengkung, sehingga ujung terowongan sepanjang 147 meter ini tak terlihat.
Namun sarana penunjang kereta api ini sudah tak lagi berfungsi. Terus merugi karena kalah persaingan menjadikan jalur ini sudah sejak lama ditutup dan terlupakan. Tragisnya lagi sisa-sisa peninggalan kereta api hilang dicuri tangan-tangan tak bertanggungjawab.
4. Jembatan Cincin
Bagi sebagian orang, kawasan pendidikan Jatinangor, kabupaten Sumedang mungkin hanya terkenal dengan beberapa perguruan tingginya. Namun, apabila kita bertanya kepada orang-orang Bandung yang sudah berumur, maka yang terlintas di benak mereka adalah perkebunan karet dan teh. Memang, Jatinangor yang kita kenal dulunya adalah daerah perkebunan yang luas. Jauh sebelum perguruan tinggi seperti Ikopin, Unwim ataupun Unpad berdiri, daerah ini adalah salah satu penghasil karet dan teh yang cukup besar untuk Belanda.
Jatinangor adalah kawasan yang bisa dibilang banyak memiliki situs bersejarah. Jembatan Cincin salah satunya. Jembatan ini pada awalnya dibangun oleh Staat Spoorwagen Verenidge Spoorwegbedrijf, sebuah perusahaan kereta api milik Belanda pada tahun 1918. Pada saat itu, jembatan ini berfungsi sebagai salah satu jalur kereta api yang menghubungkan daerah Rancaekek dan Tanjungsari. Pada masa itu, kereta ini menjadi penunjang lancarnya perkebunan karet di Jawa Barat.
“Jembatan Cincin mulai dibangun sejak tahun 1918, hingga 1942 sudah tidak ada lagi kereta yang lewat,†ujar Mulyana, salah satu “tetua†yang sudah hampir sembilan puluh tahun tinggal di dekat jembatan cincin. Yang menjadi catatan penting ialah, tanah di Jembatan ini bukanlah milik Belanda, melainkan diklaim secara paksa karena pada saat itu, Indonesia masih daerah jajahan Belanda. Warga setempat pada waktu itu tidak bisa berbuat banyak karena takut akan dibunuh. Ia juga menambahkan, akhirnya, pembangunan Jembatan Cincin diperbolehkan oleh warga sekitar, dengan syarat, tidak mengganggu komplek pemakaman yang ada di bawahnya. Setelah mencapai kesepakatan, Jembatan Cincin pun dibangun.
Sesudah dibangun, rel kereta api ini menjadi jalan penghubung bagi Belanda untuk mengantarkan hasil perkebunan dari daerah Jatinangor ke Bandung, jembatan ini juga lah yang menjadi akses jalan terbaik dari daerah Tanjungsari ke Rancaekek. Pada awalnya memang kereta hanya digunakan untuk hasil perkebunan, namun, menurut Mulyana, kereta ini akhirnya digunakan juga sebagai transportasi bagi kedua warga negara.
Saat bangsa Jepang datang dan mulai menduduki Indonesia pada 1942, Jembatan Cincin pun diambil alih. Tiang dan besi tua yang menjadi rel di jembatan ini dibongkar dan dibawa paksa oleh orang Jepang. “Mungkin karena menurut Jepang sudah tidak terpakai lagi, maka seluruh besi yang ada di ambil sama mereka,†tambah Mulyana. Semenjak itulah, kegiatan “per-kereta api-an†di Jembatan Cincin terhenti.
5. Stasiun Tambaksari
Stasiun kereta api pertama di Indonesia
Stasiun Tambaksari Stasiun kereta api pertama di Indonesia
sekelompok peneliti dari Pusat Arkeologi Nasional (Pusarnas), dibantu peneliti lintas ilmu dan lintas kota yang mencari keberadaan stasiun tertua tersebut.
“Ini bekas stasiun lama Samarang NIS,†kata Tjahjono Rahardjo, penggila kereta dari Indonesian Railway Preservation Society (IRPS) yang juga dosen di Unika Soegijapranata Semarang. NIS merupakan singkatan dari Nederlandsch Indische Spoorweg Maatschappij, sebuah perusahaan swasta yang pertama kali membangun jaringan kereta api di Semarang pada masa pemerintahan kolonial Belanda.
Stasiun Samarang NIS merupakan stasiun tertua di Semarang, juga tertua di Indonesia. Stasiun itu mulai dibangun tanggal 16 Juni 1864, ditandai dengan pencangkulan pertama oleh Gubernur Jendral Baron Sloet van de Beele. Pembangunan jalur itu melalui besluit nomor 1 tahun 1862, sementara pembebasan tanahnya berdasarkan staatsblad nomor 135 tahun 1865 yang diperbarui lagi dengan staatsblad nomor 132 tahun 1866. Peluncuran kereta dilakukan tanggal 10 Agustus 1867, merentang sepanjang 25 kilometer dari Semarang ke Tanggung melalui Halte Alastua dan Brumbung.
Menurut sumber lain, stasiun tertua di Semarang bernama Tambaksari. Identifikasinya mirip Stasiun Semarang NIS, misalnya terletak sekitar satu kilometer dari Kota Lama dan tidak jauh dari pelabuhan.
Bahkan ada sumber yang menyebutkan bahwa stasiun pertama di Semarang bernama Kemijen. Stasiun itu terletak di dekat persilangan jalur rel milik NIS dan SJS (Samarang Joana Stoomtram Maatschappij). Oleh sementara orang Stasiun Kemijen sering kali disamakan dengan Stasiun Samarang Gudang, yang sampai sekarang masih terlihat sisa-sisanya meskipun sudah dikepung air.
Yang menjadi pertanyaan, di mana sebenarnya lokasi yang tepat dari stasiun tertua itu? Apakah benar bernama Samarang NIS, Tambaksari, ataukah Kemijen? Sayang saat ini sisa-sisa bangunan stasiun sulit dilacak. Kendati demikian, jejak bangunan stasiun masih terekam di peta Semarang tahun 1866. Stasiun pertama itu disebutkan dengan nama berbeda. Uniknya, Stasiun Tambaksari, Stasiun Kemijen, dan Stasiun Samarang NIS itu sama-sama terletak di wilayah yang dulunya disebut Tambaksari, sekarang Kelurahan Kemijen.
6. Monumen Kecelakaan kereta api Padang Panjang
Sebuah tugu atau prasasti yang tidak terawat, ditemukan di kawasan Kelurahan Balai-Balai Padan Panjang Barat. Tugu berdiameter lebih kurang 2 x 2,5 meter itu, bertuliskan ejaan lama dan tahun aneh. Yakni "Tugu Peringatan Orang-orang Jang Meninggal Ketika Ketjelakaan Kereta Api Tanggal 25-12-2604 dan 23-3-2605", pada dinding bagian bawahnya yang diduga merupakan penanggalan jepang yang berarti 25 desember 1944 dan 23 maret 1945.
Tugu itu merupakan nisan bersama korban kecelakaan kereta api Padang Panjang pada masa penjajahan yang mana menurut kabar bahwa para korban yang dimakamkan di bawah tugu itu tidak dalam keadaan utuh.
"Menurut cerita orang-orang tua, ini merupakan pemakaman potongan-potongan tubuh korban kecelakaan kereta api pada masa penjajahan Belanda, akibat jembatan yang diputuskan. Karena begitu banyaknya korban, sehingga tidak ada tempat untuk pemakaman," cerita Masril.
Pemilik lahan, Masril mengatakan sejumlah ahliwaris saat mengunjungi pemakaman sekitar merasa takut melihat tugu tersebut. Ada yang mengatakan tugu itu panas dan sebagainya. Kesaksiannya sering dihinggapi burung hantu.
Proses pemakaman korban, diceritakannya juga terjadi dua kali, sesuai catatan tanggal yang tertera di dinding tugu itu. Usai pemakaman pertama sedalam 5 meter, belum ditembok. Kemudian berjarak sekitar 3 bulan, kembali terjadi kecelakaan dan dimakamkan di lobang yang sama.
7. Jalur kereta Pangandaran
Kereta api sebagai sarana transportasi massal tertua di Indonesia tak lepas dari sejarah kolonial. Namun seiring perkembangan jaman dan kalah dalam persaingan, banyak jalur kereta rusak dan tak terpakai. Salah satunya adalah sisa-sisa jalur kereta api Banjar - Cijulang, Jawa Barat.
Sebagai penumpang kereta api, Anda mungkin pernah melintasi stasiun Banjar yang dibangun tahun 1888 di jalur kereta api lintas Selatan. Namun tahukah anda bila di Stasiun Banjar terdapat juga jalur kereta percabangan menuju Cijulang, Ciamis? Berdiri di jantung kota Banjar, stasiun ini menajdi pusat percabangan ke Cijulang untuk lintas Bandung - Yogyakarta.
Jalur kereta api Banjar - Pangandaran - Cijulang atau Banci, dibangun tahun 1911. Karena alamnya berbukit-bukit, di jalur ini Anda bisa menjumpai terowongan terpanjang dan terpendek di Indonesia.
Terowongan terpendek dinamakan Pangeran Hendrik, panjangnya hanya 128 meter. Warga sekitar menyebutnya terowongan Warung Bungur karena ada di Dusun Warung Bungur. Nama Hendrik diambil dari bangsawan Belanda, Duke Heinrich Wladimir Albrecht Eernst, suami Ratu Wihelmina.
Tak jauh dari terowongan Hendrik, terbentang jembatan Cikacepit sepanjang 190 meter. Jembatan ini dibuat dari rangka baja, dengan lebar tak lebih dari 1,7 meter hanya menyisakan rangka. Besi rel hilang entah ke mana, dijarah orang tak bertanggung jawab.
8. Hari Kereta Api Indonesia
Tidak banyak yang mengetahui bahwa tanggal 28 September merupakan hari Kereta Api Indonesia, padahal tidak sedikit orang yang pernah menggunakan alat transportasi yang satu ini.
Munculnya kereta api Indonesia diawali dengan adanya pembangunan jalur kereta api pada tanggal 17 Juni 1864 oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Mr. Ludolph Anne Jan Wilt Sloet van de Beele di desa Kemijen, Semarang. Pembangunan kereta api tersebut diprakarsai oleh “Naamlooze Venootschap Nederlandsch Indische Spoorweg Maatschappij†atau NV.NISM dan dipimpin oleh Ir. J.P de Bordes dari Kemijen menuju ke desa Tanggung. Rel tersebut dibangun sepanjang 26 km dan lebar kereta api 1435 mm dan berhasil sehingga pembangunan dilanjutkan kembali dengan menghubungkan kota Semarang dan Surakarta sepanjang 110 km. Atas keberhasilan itu, para investor pun juga ikut-ikutan untuk membangun jalur kereta api di berbagai daerah. Mulai tahun 1864 hingga tahun 1900 adalah tahun-tahun di mana jumlah rel kereta api yang dibangun meningkat pesat.
Setelah kemerdekaan Indonesia diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945, beberapa karyawan KA yang tergabung dalam AMKA atau Angkatan Moeda Kereta Api mulai mengambil alih kekuasaan perkeretaapian dari pihak Jepang. Para anggota AMKA menegaskan bahwa mulai tanggal 28 September 1945, kekuasaan perkeretaapian telah berada di tangan bangsa Indonesia. Hal inilah yang menjadi dasar untuk ditetapkannya tanggal 28 September 1945 sebagai Hari Kereta Api Indonesia, serta dibentuknya DKARI atau Djawatan Kereta Api Republik Indonesia.
Ternyata Hari Kereta Api Indonesia tidak bisa kita anggap sepele karena pada waktu itu beberapa anggota pejuang kita juga ikut memperebutkan kekuasaan perkeretaapian dari pihak Jepang. Untuk itu, kita patut memperingatinya demi menghargai perjuangan mereka yang sampai sekarang dapat kita nikmati. Apa yang terjadi jika para pejuang tidak ikut memperebutkan kekuasaan perkeretaapian dari Jepang? Mungkin sampai sekarang kita masih tidak tahu apa yang namanya kereta api.
9. Jalur Kereta Api Muaro-Pekanbaru
Jalur Kereta Api Muaro-Pekanbaru (Jejak Romusha)
Jalur Kereta Api Muaro-Pekanbaru adalah apa yang dinamakan "jalan kereta api maut" yang dibangun di Indonesia di masa Perang Dunia Kedua atas perintah tentara pendudukan Jepang.
Jalur kereta api dari Muaro ke Pekanbaru di provinsi Riau dibangun pekerja paksa antara bulan September 1943 dan Agustus 1945 dalam keadaan yang mengerikan. Secara keseluruhan hampir 50 000 orang, terdiri dari romusha dan tawanan perang Belanda, bekerja, 26 000 darinya meninggal. Jalur kereta api terebut hanya sempat digunakan satu kali.
Buku yang paling detil mengungkap tentang tragedi ini adalah karangan Henk Hovinga yang berjudul Eindstation Pekan Baru 1944-1945-Dodenspoorweg door het Oerwoud terbitan KITLV Leiden. Di dalam bukunya Hovinga menulis bahwa para pekerja itu telah dipaksa bekerja “dalam suatu neraka hijau, penuh ular, lintah darat dan harimau., lebih buruk lagi miliaran nyamuk malaria, di bawah pengawasan kejam orang-orang Jepang dan pembantu mereka orang Koreaâ€.
Ditambah lagi dengan cara orang Jepang yang menghindari pembuatan terowongan sebagaimana rancangan aslinya dengan cara mendinamit perbukitan. Seringkali tanpa pemberitahuan, sehingga pekerja yang bekerja dibawahnya ikut tertimbun. Rombongan berikutnya bertugas membersihkan reruntuhan hasil dinamit, sekaligus mengumpulkan mayat teman-temannya.
Semuanya dikerjakan dengan otot. Tidak ada peralatan yang memadai. Mulai dari menebang pohon, memotong tebing sampai memasang rel dan membuat jembatan semua dikerjakan dengan tenaga manusia. Ditambah gizi yang buruk, obat-obatan yang kurang serta perlakuan diluar batas kemanusiaan menyebabkan tingginya angka kematian.
Jalur rel ini selesai pada 15 Agustus 1945, tepat ketika Jepang takluk kepada sekutu. Tapi di tengah rimba raya Sumatera, Jepang belum kalah. Para serdadu Jepang masih meneriakkan banzai pada saat merayakan pematokan paku emas tanda selesainya jalur rel Muaro - Pekanbaru. Sementara para romusha dan tawanan hanya boleh menyaksikan upacara dan perayaan itu dari jauh.
Ironisnya, dengan puluhan ribu korban jiwa, rel ini berumur sangat singkat. Kereta api terakhir yang melewatinya adalah pada September 1945 yang membawa tawanan perang dari kamp-kamp kerja di dalam rimba menuju ke Pekanbaru. Jembatan-jembatan yang terbuat dari kayu dengan cepat lapuk dan hanyut oleh amukan sungai. Rel-rel yang tertinggal dengan cepat merimba dan sebagiannya lagi dibuat menjadi pagar oleh masyarakat dan jawatan Kereta Api sendiri untuk jalur Sawahlunto - Padang.
10. Jalur Kereta Api Saketi-Bayah
Jalur Kereta Api Saketi-Bayah (Jejak Romusha)
Jalur Kereta Api Saketi – Bayah pada saat pembangunannya banyak memakan korban ribuan manusia, dengan jumlah korban fantastis yang terdiri dari tawanan perang / Prisoner Of War (POW) Sekutu dan Romusha Pembangunan jalan kereta api mempunyai arti sangat strategis bagi kelanjutan ekspansi tentara Jepang pada Perang Dunia ke-II, dan dikerjakan dengan Sistim Kerja Paksa (slave labour) Romusha dan tawanan perang / Prisoner Of War (POW
Perihal jalur kereta api maut, sejarah mencatat, Jepang menorehkan kisah kejam di Banten Selatan jalur Saketi – Bayah. Selama Perang Dunia II (1938-1945) Jepang membangun tiga jalur kereta api di dua wilayah di Asia Tenggara yaitu jalur Thailand-Burma, Muaro Sijunjung-Pekanbaru, dan jalur Saketi-Bayah. Jepang menggunakan tahanan yang dipaksa kerja dan seperti dikirim ke neraka karena puluhan ribu jiwa melayang dalam proyek pembangunan jalur kereta api tersebut. Jalur kereta api di dua wilayah Indonesia itu tak lagi bersisa, seperti juga tragedi kekejaman Jepang yang seakan terlupakan. Pembangunan jalan kereta api sepanjang 89 km ini menelan korban yang diperkirakan mencapai 93.000 jiwa romusha.
OK begitulah sedikit cerita tentang perkeretaapian di Indonesia
Selamat Berkarya
Salam100
Komentar berhasil disembunyikan.