Papua adalah provinsi terluas Indonesia yang terletak di bagian tengah Pulau Papua atau bagian paling timur wilayah Papua milik Indonesia. Belahan timurnya merupakan negara Papua Nugini. Provinsi Papua sebelumnya bernama Irian Jaya yang mencakup seluruh wilayah Papua Bagian barat. Sejak tahun 2003, dibagi menjadi dua provinsi dengan bagian timur tetap memakai nama Papua sedangkan bagian baratnya memakai nama Papua Barat. Papua memiliki luas 808.105 km persegi dan merupakan pulau terbesar kedua di dunia dan terbesar pertama di Indonesia.

Zaman Prasejarah 

Secara geologi, Pulau Papua adalah perluasan utara dari Lempeng Indo-Australia, membentuk bagian massa daratan tunggal Australia-Papua (juga disebut Sahul atau Meganesia). Pulau Papua terhubung dengan ruas Australia oleh sebuah paparan benua yang dangkal melintasi Selat Torres, yang pada zaman lampau merupakan sebuah land bridge khususnya pada Zaman es ketika permukaan laut lebih rendah daripada zaman sekarang.

Australia dan Pulau Papua adalah bagian dari adibenua kuno Gondwana, yang mulai terpisah-pisah menjadi benua-benua yang lebih kecil pada zaman kapur, 65-130 juta tahun lalu. Australia pada akhirnya terpisah dari Antartika pada kira-kira 45 juta tahun lalu. Semua daratan Australasia adalah tempat bagi flora Antartika, yang diturunkan dari flora Gondwana selatan, termasuk tumbuhan runjung podocarpaceae, pinus araucaria, dan nothofagus berdaun lebar. Familia tumbuhan ini masih lestari di Papua Nugini.

Karena Lempeng Indo-Australia (yang meliputi anak benua India, Australia, dan lantai Samudera Indonesia di antara kedua-duanya) membujur ke utara, ia bertumbukan dengan Lempeng Eurasia, dan tumbukan kedua-dua lempeng itu menyembulkan Pegunungan Himalaya, kepulauan Indonesia, dan Pegunungan Tengah Pulau Papua. Pegunungan Tengah lebih muda dan lebih tinggi daripada pegunungan di Australia, sehingga ia menjadi gletser khatulistiwa yang langka. Pulau Papua adalah bagian dari zona tropika yang lembap, dan banyak tumbuhan hutan hujan Indomalaya tumbuh lebat melintasi selat-selat yang sempit dari Asia, bercampur dengan flora Australia dan Antartika.

1. Fauna Edemik Khas Papua

a. Kanguru Pohon Mantel Emas aka Lau-Lau.

Salah satu hewan di Tanah ini sudah hampir punah, bahkan lembaga International Union for Conservation of Nature (IUCN) menyatakan bahwa lau-lau alias kanguru pohon mantel emas ini masuk kategori “Red Listâ€. Kanguru Pohon ini memang masih dalam keluarga dari Kanguru, tapi bukan kanguru Australia ataupun walabi dari Papua bagian selatan. Kanguru ini hidupnya di pohon dan memiliki rambut di seluruh tubuh yang berwarna keemasan makanya disebut kanguru pohon mantel emas. Kanguru pohon mantel emas ini merupakan salah satu hewan endemik khas dari Papua memiliki nama ilmiah Dendrolagus pulcherrimus.

Kanguru ini bisa ditemukan di daerah pegunungan di hutan Papua. Lengan dan kaki hewan lucu ini memiliki panjang yang sama dengan anggota badan bagian depan yang kuat untuk membantu dalam memanjat pohon tempat mereka tinggal. Panjang tubuh kanguru ini adalah sekitar 41-77cm, panjang ekor 40-87 cm, dan berat bisa mencapai 14,5 kg. Makanan dari kanguru pohon ini adalah daun-daun dan buah.

b. Burung Cendrawasih

Cenderawasih seluruhnya memiliki 14 jenis dengan 43 spesies yang tersebar di Papua, Papua New Guinea (PNG) hingga Australia. Namun, 28 diantaranya bisa ditemukan di Papua. Cenderawasih sendiri menjadi hewan yang dilindungi sesuai dengan Undang-undang nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya.

c. Mambruk Victori

Mambruk Victoria (Goura Victoria) adalah salah satu dari tiga jenis burung Dara Mahkota dan merupakan spesies terbesar diantara jenis-jenis Burung Merpati. Burung ini terkenal akan keindahannya, bahkan Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPN-PB) menggunakannya sebagai lambangnya.

Burung berukuran besar dengan panjang mencapai 74 sentimeter ini memiliki bulu berwarna biru keabu-abuan, jambul seperti kipas dengan warna putih, dada merah marun keunguan, paruh abu-abu, kaki berwarna merah kusam, dan garis tebal berwarna abu-abu pada sayap dan ujung ekornya.

d. Hiu Karpet Berbintik

Hiu Karpet Berbintik (Hemycillium Freycineti) adalah hewan endemik asli Papua berikutnya, Hiu Karpet Berbintik ini termasuk hewan bertulang belakang. Jenis hiu ini juga termasuk pada jenis Hiu Bambu yang hanya dapat ditemukan di Perairan Kepulauan Raja Ampat.

Keindahan Hiu Karpet Berbintik ini  banyak diminati orang untuk dijadikan ikan hias di aquarium. Meningkatnya permintaan akan Hiu Karpet Berbintik dan harganya yang mahal menjadikan Ikan Hiu Karpet Berbintik ini banyak diburu orang.

Bentuk Hiu Karpet Berbintik pada dasarnya sama dengan jenis hiu lainnya di dunia. Bedanya Hiu Karpet Berbintik memiliki warna kulit seperti macan tutul. Pola tersebut berbentuk heksagonal berwarna cokelat.

e. Nuri Sayap Hitam

Nuri Sayap Hitam (Eos Cynogenia) adalah sejenis nuri berukuran sedang dengan panjang sekitar 30 sentimeter. Endemik asli Indonesia ini hanya dapat ditemukan di hutan-hutan di pesisir Pulau Biak dan pulau-pulau di Teluk Cendrawasih, Papua. Dikarenakan banyak berkurangnya habitat hutan dan penangkapan liar yang terus berlanjut serta populasi mereka yang semakin hari semakin berkurang menjadikan Burung Nuri Sayap Hitam ini terancam dari kepunahan.[1]

2. Flora Edemik Khas Papua

a. Anggrek Hitam Papua

Anggrek hitam tergolong langka karena bunga ini sangat sulit dibudidayakan. Bibit anggrek ini harus ditanam di tempat yang benar-benar sesuai dengan habitat aslinya. Oleh karena itu, keberhasilan budidaya anggrek hitam hanya mencapai 20-30% saja setiap musimnya.

b. Buah Merah

Buah dengan nama ilmiah Pandanus conoideus ini ternyata menawarkan beragam manfaat untuk kesehatan. Salah satu manfaat yang bisa diperoleh ketika kita menyantap buah merah adalah menurunkan risiko kanker, hipertensi, dan penyakit jantung. Bahkan, buah merah juga digadang-gadang sebagai buah yang mengandung zat antibodi untuk meningkatkan daya tahan tubuh agar tidak mudah sakit.

c. Bunga Jenggot

Bunga Jenggot ini pertama kali ditemukan oleh Ruth Karma, warga Biak, Manokwari, Papua Barat. Bunga ini ditemukan di tahun 2011 dan diambil dari dalam batu yang berada di Goa Adibai, Biak, Papua. Tampilan bunga jenggot ini sangat unik. Tumbuhan ini berwarna putih kusam dan memanjang hingga satu meter. Sekilas, bunga jenggot ini nampak seperti tanaman rambat atau tanaman gantung. Ruth, si penemu bunga ini, memilih untuk merawatnya di rumah. Bunga jenggot juga pernah dipamerkan dalam acara yang digelar oleh Majelis Rakyat Papua Barat.

d. Anggrek Besi

Salah satu anggrek langka dari Papua yang cukup terkenal adalah anggrek besi, Anggrek ini memiliki ciri khas kelopak berwarna hijau dan putiknya yang berwarna ungu. Jika dipandang berlama-lama, anggrek besi terlihat semakin cantik dan menarik.

Anggrek besi tergolong sebagai tumbuhan yang langka di Papua. Namun, tidak semua orang bisa memiliki anggrek besi karena harganya sangat tinggi. Satu tanaman anggrek besi pernah menyentuh angka puluhan juta rupiah. Namun, eksotisme anggrek besi mampu membuat sejumlah kolektor anggrek rela mengeluarkan uang ekstra untuk memiliki tanaman ini.

e. Anggrek Stuberi

Selain anggrek hitam, ternyata ada anggrek lainnya yang termasuk sebagai tanaman langka di Papua, namanya adalah anggrek stuberi. Anggrek ini memiliki kombinasi warna putih dan ungu pada kelopaknya. Keistimewaan anggrek ini terletak pada kelopaknya yang nampak berbentuk gelombang.

Di Papua, tumbuhan dengan nama ilmiah Dendrobium lasianthera termasuk jenis flora yang sangat dilindungi. Tidak semua orang bisa memelihara tanaman ini. Pasalnya, anggrek stuberi masuk dalam tanaman budidaya yang hanya tumbuh di lingkungan konservasi.[2]

Zaman Kerajaan


Pada sekitar tahun 200 M, ahli geografi bernama Klaudius Ptolemaeus (Ptolamy) menyebut pulau Papua dengan nama Labadios. Sampai saat ini tak ada yang tahu, kenapa pulau Papua diberi nama Labadios.

Sekitar akhir tahun 500 M, oleh bangsa China diberi nama Tungki. Hal ini dapat diketahui setelah mereka menemukan sebuah catatan harian seorang pengarang Tiangkok, Ghau Yu Kuan yang menggambarkan bahwa asal rempah-rempah yang mereka peroleh berasal dari Tungki, nama yang digunakan oleh para pedagang China saat itu untuk Papua.

Selanjutnya, pada akhir tahun 600 M, Kerajaan Sriwijaya menyebut nama Papua dengan menggunakan nama Janggi. Dalam buku Kertagama 1365 yang dikarang Pujangga Mpu Prapanca “Tugki†atau “Janggi†sesungguhnya adalah salah eja diperoleh dari pihak ketiga yaitu Pedagang Cina Chun Tjok Kwan yang dalam perjalanan dagangnya sempat menyinggahi beberapa tempat di Tidore dan Papua.

Di awal tahun 700 M, pedagang Persia dan Gujarat mulai berdatangan ke Papua, juga termasuk pedangan dari India. Tujuan mereka untuk mencari rempah-rempah di wilayah ini setelah melihat kesuksesan pedangang asal China. Para pedagang ini sebut nama Papua dengan Dwi Panta dan juga Samudranta, yang artinya Ujung Samudra dan Ujung Lautan.

Pada akhir tahun 1300, Kerajaan Majapahit menggunakan dua nama, yakni Wanin dan Sram. Nama Wanin, tentu tidak lain dari semenanjung Onin di daerah Fak-Fak dan Sram, ialah pulau Seram di Maluku. Ada kemungkinan, budak yang dibawa dan dipersembahkan kepada Majapahit berasal dari Onin dan yang membawanya ke sana adalah orang Seram dari Maluku, sehingga dua nama ini disebut.

Sekitar tahun 1646, Kerajaan Tidore memberi nama untuk pulau ini dan penduduknya sebagai Papa-Ua, yang sudah berubah dalam sebutan menjadi Papua. Dalam bahasa Tidore artinya tidak bergabung atau tidak bersatu (not integrated). Dalam bahasa melayu berarti berambut keriting. Memiliki pengertian lain, bahwa di pulau ini tidak terdapat seorang raja yang memerintah.

Ada juga yang memakai nama Papua sebagai bentuk ejekan terhadap warga setempat penduduk primitif, tertinggal, bodoh yang merupakan slogan yang tidak mempunyai arti apapun dengan nama Papua.[3]

Masa Orde Lama

A. KMB 1949

Bom Waktu KMB Sejak lama, masalah Papua menjadi isu sensitif bagi Indonesia. Konferensi Meja Bundar (KMB) pada 27 Desember 1949 menghasilkan penyerahan kedaulatan dari Belanda kepada Indonesia. Namun, KMB juga menyisakan masalah belum tuntas, yakni mengenai status Papua atau Irian Barat. Persoalan ini seolah menjadi bom waktu bagi Indonesia -juga rakyat Papua sendiri- di kemudian hari. Baik Indonesia maupun Belanda sama-sama ngotot merasa lebih berhak atas tanah Papua Barat. Bagi Belanda, Papua bagian barat, atau yang mereka sebut Netherlands New Guinea, bukanlah bagian dari kesatuan wilayah yang harus dikembalikan kepada Indonesia. Salah satu alasan Belanda adalah karena orang-orang asli Papua memiliki perbedaan etnis dan ras dengan masyarakat Indonesia pada umumnya. Maka dari itu, mereka ingin menjadikan Papua bagian barat sebagai negara tersendiri di bawah naungan Kerajaan Belanda.

Indonesia tidak sepakat dan menghendaki agar seluruh wilayah bekas jajahan Hindia Belanda diserahkan. Lantaran tidak dicapai titik temu, sebut Amarula Octavian dalam Militer dan Globlalisasi (2012), maka masalah Papua Barat akan diselesaikan dalam waktu satu tahun ke depan. Perundingan lanjutan memang sempat digelar beberapa kali, namun hasilnya selalu menemui kebuntuan. Gara-gara ini, sejak Agustus 1954, Uni Indonesia-Belanda yang diamanatkan dalam KMB bubar.

Dikutip dari Sejarah Nasional Indonesia Jilid V (2008) karya Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto, Indonesia telah mengusahakan penyelesaian masalah Irian Barat selama 11 tahun. Namun, karena tak Belanda tidak mengindahkan, persoalan ini dibawa ke forum PBB pada 1954, 1955, 1957, dan 1960. Dalam Sidang Umum PBB pada September 1961, Menteri Luar Negeri Belanda Joseph Marie Antoine Hubert Luns mengajukan usulan yang intinya agar Papua Barat berada di bawah perwalian PBB sebelum diadakan referendum. Namun, Majelis Umum PBB menolak usulan ini.

B. Disahkan PBB 1950

PBB memutuskan bahwa Papua Barat memiliki hak merdeka sesuai dengan pasal 73ePiagam PBB. Karena Indonesia mengklaim Papua Barat sebagai daerahnya, Belanda mengundang Indonesia ke Mahkamah Internasional untuk menyelesaikan masalah ini, namun Indonesia menolak. Setelah Indonesia beberapa kali menyerang Papua Barat, Belanda mempercepat program pendidikan di Papua Barat untuk persiapan kemerdekaan. Hasilnya antara lain adalah sebuah akademi angkatan laut yang berdiri pada 1956 dan tentara Papua pada 1957.

C. 1956 Indonesia membentuk Provinsi Irian Barat

Sebagai kelanjutan, pada 1956 Indonesia membentuk Provinsi Irian Barat dengan ibu kota di Soasiu yang berada di Pulau Halmahera, dengan gubernurpertamanya, Zainal Abidin Syah. Pada tanggal 6Maret 1959, harian New York Times melaporkan penemuan emas olehpemerintah Belanda di dekatlaut Arafura. Pada tahun 1960, Freeport Sulphur menandatangani perjanjian dengan Perserikatan Perusahaan Borneo Timur untuk mendirikan tambang tembaga di Timika, namun tidak menyebut kandungan emas ataupun tembaga.

Bendera Papua Barat, sekarang digunakan sebagai bendera Organisasi Papua Merdeka Karena usaha pendidikan Belanda, pada tahun 1959 Papua memiliki perawat, dokter gigi, arsitek, teknisi telepon, teknisi radio, teknisi listrik, polisi, pegawai kehutanan, dan pegawai meteorologi. Kemajuan ini dilaporkan kepada PBB dari tahun 1950 sampai 1961. Selain itu juga diadakan berbagai pemilihan umum untuk memilih perwakilan rakyat Papua dalam pemerintahan, mulai dari tanggal 9 Januari 1961 di 15 distrik. Hasilnya adalah 26 wakil, 16 di antaranya dipilih, 23 orang Papua, dan 1 wanita. Dewan Papua ini dilantik oleh gubernur Platteel pada tanggal 1 April 1961, dan mulai menjabat pada 5 April 1961. Pelantikan ini dihadiri oleh wakil-wakil dari Australia, Britania Raya, Perancis, Belanda dan Selandia Baru. Amerika Serikat diundang tapi menolak.[4]

c. UNTEA

Pada 15 Agustus 1962, disepakati Perjanjian New York yang menyatakan bahwa Belanda akan menyerahkan kekuasaannya atas Papua kepada United Nations Temporary Executive Authority (UNTEA). Perjanjian New York mensyaratkan Indonesia melaksanakan suatu Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera). Rakyat Papua bagian barat akan memutuskan sendiri apakah bersedia menjadi bagian dari Indonesia atau tidak. Batas waktu pelaksanaan Pepera ditetapkan sampai akhir 1969 dengan PBB sebagai pengawasnya.

Akhirnya, pada 1 Oktober 1962 Belanda menyerahkan otoritas administrasi Papua kepada UNTEA. Lalu, tanggal 31 Desember 1962, bendera Belanda resmi diturunkan dan digantikan dengan bendera Merah Putih sebagai tanda dimulainya kekuasaan de jure Indonesia atas tanah Papua di bawah pengawasan PBB.

D. OPM 

Organisasi Papua Merdeka (OPM) adalah organisasi yang didirikan pada tahun 1965 untuk mengakhiri pemerintahan provinsi Papua dan Papua Barat yang saat ini di Indonesia, yang sebelumnya dikenal sebagai Irian Jaya, dan untuk memisahkan diri dari Indonesia.[5]

Gerakan ini dilarang di Indonesia, dan memicu untuk terjadinya kemerdekaan bagi provinsi tersebut yang berakibat tuduhan pengkhianatan. Sejak awal OPM telah menempuh jalur dialog diplomatik, melakukan upacara pengibaran bendera Bintang Kejora, dan dilakukan aksi militan sebagai bagian dari konflik Papua. Pendukung secara rutin menampilkan bendera Bintang Kejora dan simbol lain dari kesatuan Papua, seperti lagu kebangsaan "Hai Tanahku Papua" dan lambang negara, yang telah diadopsi pada periode 1961 sampai pemerintahan Indonesia dimulai pada Mei 1963 di bawah Perjanjian New York.

Pada Januari 1961 dan Dewan Nugini dilantik pada April 1961. Akan tetapi, di Washington, D.C., Penasihat Keamanan Nasional McGeorge Bundy melobi Presiden A.S. John F. Kennedy untuk menegosiasikan transfer pemerintahan Nugini Barat ke Indonesia. Perjanjian New York dirancang oleh Robert Kennedy dan ditandatangani oleh Belanda, Indonesia, dan Perserikatan Bangsa-Bangsa pada bulan Agustus 1962.

Walaupun Belanda menuntut agar rakyat Nugini Barat boleh menentukan nasib sendiri sesuai piagam PBB dan Resolusi 1514 (XV) Majelis Umum PBB dengan nama "Act of Free Choice", Perjanjian New York memberikan jeda tujuh tahun dan menghapuskan wewenang PBB untuk mengawasi pelaksanaan Akta tersebut. Kelompok separatis mengibarkan bendera Bintang Kejora Papua Barat pada tanggal 1 Desember setiap tahunnya. Tanggal tersebut mereka anggap sebagai hari kemerdekaan Papua. Kepolisian Indonesia berspekulasi bahwa orang-orang yang melakukan tindakan seperti ini bisa dijerat dengan tuduhan pengkhianatan yang hukumannya berupa kurungan penjara selama 7 sampai 20 tahun di Indonesia.[6]

E. Pepera pada 1969

Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) pada 1969 menandai sejarah baru di Papua bagian barat (West Papua). Referendum dilakukan untuk menentukan apakah Irian Barat bersedia bergabung dengan Republik Indonesia atau merdeka. Papua Barat akhirnya memang menjadi bagian dari NKRI kendati proses dan validitas hasil Pepera masih menjadi teka-teki. Penentuan status Papua Barat antara Indonesia dan Belanda sudah menjadi problema sejak lama, tepatnya setelah putusan Konferensi Meja Bundar (KMB) pada 1949, dan terus berlarut-larut bahkan hingga terjadi pergantian rezim di tanah air. Ketika Soeharto mengambilalih kekuasaan dari Sukarno dan menjabat sebagai Presiden RI ke-2 sejak 12 Maret 1967, ia langsung dihadapkan dengan persoalan ekonomi Indonesia yang merosot. Tak seperti Bung Karno yang cenderung anti modal asing, Pak Harto lebih pragmatis. Berkebalikan dengan sang proklamator, Soeharto justru memandang modal asing adalah jalan keluar untuk mengurai carut-marutnya perekonomian Indonesia. Salah satu peluang yang paling terbuka adalah Papua yang sudah dilirik oleh Freeport.[7]

Freeport

PT Freeport Indonesia adalah sebuah perusahaan afiliasi dari Freeport-McMoRan Copper & Gold Inc.. PT Freeport Indonesia menambang, memproses dan melakukan eksplorasi terhadap bijih yang mengandung tembaga, emas, dan perak. Beroperasi di daerah dataran tinggi Tembagapura, Kabupaten Mimika, Provinsi Papua, Indonesia. Freeport Indonesia memasarkan konsentrat yang mengandung tembaga, emas dan perak ke seluruh penjuru dunia.

Kontrak karya

1967 : Kontrak Karya I (Freeport Indonesia Inc.) berlaku selama 30 tahun sejak mulai beroperasi tahun 1973.
1988 : Freeport menemukan cadangan Grasberg. Investasi yang besar dan risiko tinggi, sehingga memerlukan jaminan investasi jangka panjang.
1991 : Kontrak Karya II (PT Freeport Indonesia) berlaku 30 tahun dengan periode produksi akan berakhir pada tahun 2021, serta kemungkinan perpanjangan 2x10 tahun (sampai tahun 2041).

Luas wilayah

Eksplorasi KK-A = 10.000 Ha
Eksplorasi KK-B = 202.950 Ha
Total Wilayah = 212.950 Ha

Luas wilayah KK Blok B terakhir seluas 212.950 hektare tersebut hanya tinggal 7,8% dari total luas wilayah eksplorasi pada tahun 1991.

1991 = 2,6 juta Ha
2012 = 212.950 Ha

Investasi

8,6 miliar dengan perkiraan tambahan investasi sebesar USD 16-18 Miliar untuk pengembangan bawah tanah ke depan.
94% total investasi tambang tembaga di Indonesia
30% total investasi di Papua
5% total investasi di Indonesia[8]

Sejarah Presiden Gus Dur

Dua bulan 10 hari setelah dilantik menjadi Presiden RI, Gus Dur berkunjung ke Papua atau yang saat itu masih bernama Irian Jaya. Selain untuk melewatkan pergantian tahun, Gus Dur juga ingin berdialog dengan segenap elemen masyarakat di bumi cendrawasih.

Tanggal 30 Desember 1999 itu Presiden Gus Dur menggelar forum di Jayapura pukul 20.00 WIT. Selain perwakilan elemen masyarakat yang memang diundang, banyak sekali warga yang berdatangan. Setelah pertemuan di Jayapura itu, Presiden Gus Dur terus memberikan dukungannya untuk masyarakat Papua. Ia juga mengizinkan digelarnya Kongres Rakyat Papua II yang dihadiri oleh tidak kurang dari 5.000 orang peserta pada akhir Mei 2000.

Kongres ini membicarakan tentang segala hal tentang masa lalu dan masa depan Papua, termasuk pentingnya menyelesaikan berbagai kasus pelanggaran HAM, serta pengabaian hak-hak dasar terutama dalam bidang ekonomi, sosial, dan budaya rakyat Papua. Gus Dur bahkan memperbolehkan berkibarnya bendera Bintang Kejora di tanah Papua.

Bendera Bintang Kejora selama ini dianggap sebagai lambang separatis. Namun oleh Gus Dur bendera ini dinilai sebagai lambang kultural sehingga diperbolehkan untuk berkibar dengan syarat dikibarkan di bawah bendera Merah-Putih, Makna sejati dari Bintang Kejora sebenarnya adalah “kuasa Tuhanâ€.[9]

Sejarah Pemerintahan Megawati

Majelis Rakyat Papua (disingkat MRP) adalah sebuah lembaga di provinsi Papua, Indonesia yang beranggotakan penduduk asli Papua yang berada setara dengan DPRD. Dalam materi Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua, Bab V, Bentuk dan Susunan Pemerintahan, secara eksplisit disebutkan bahwa pilar utama dalam penyelenggaraan pemerintahan Provinsi Papua terdiri dari tiga komponen. Tiga komponen itu adalah Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP/DPRD), Pemerintah Daerah (gubernur beserta perangkatnya), dan MRP.

DPRP berkedudukan sebagai badan legislatif, Pemerintah Provinsi sebagai eksekutif, dan MRP sebagai lembaga representatif kultural orang asli Papua. Sebagai lembaga legislatif, DPRP berwenang dalam melaksanakan fungsi legislatif, yang mencakup legislasi, budgeting (penganggaran), dan pengawasan. Pemerintah provinsi sebagai eksekutif berwenang dalam melaksanakan fungsi pelayanan dan pemberdayaan masyarakat serta melaksanakan program pembangunan.

Sejarah Pemerintahan SBY

Di bawah pemerintahan Megawati, TNI melakukan pemindahan paksa warga di 25 kampung di Papua pada April 2003. Sebanyak 42 orang meninggal dunia karena kelaparan, sembilan orang tewas terbunuh, dan 38 orang luka berat. Peristiwa ini dikenal sebagai Wamena Berdarah.

Pendekatan damai kembali diwacanakan pada era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (2004-2014). Melalui staf khususnya, SBY menyatakan tak ada pendekatan lebih cocok di Papua selain pendekatan damai. Ketika ada beberapa anggota TNI yang tewas setelah terlibat baku tembak dengan kelompok bersenjata, SBY tetap tidak mendorong pengerahan pasukan besar-besaran ke Papua.

Pemerintah Indonesia resmi memberikan status Otonomi Khusus bagi provinsi Papua dengan terbitnya Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 (Lembaran Negara Tahun 2001 No. 135 dan Tambahan Lembaran Negara No. 4151) yang telah diubah dengan Perpu No. 1 Tahun 2008 (LN Tahun 2008 No. 57 dan TLN No. 4843).[10]

Jokowi Buka Jalan Trans Papua

Pembangunan infrastruktur menjadi program prioritas pemerintah Presiden Joko Widodo (Jokowi). Infrastruktur itu terus dikebut pembangunannya dan beberapa sudah rampung.

Banyak infrastruktur yang dibangun Jokowi. Salah satunya ialah jalan perbatasan Papua yang menembus hutan maupun bukit. Proyek ini menjadi salah satu kebanggaan Jokowi. Jokowi menerangkan, foto yang ia unggah adalah jalan perbatasan di Pegunungan Bintan, Papua. Jalan itu bagian dari 1.098 km jalan perbatasan Papua.

Ruas jalan tanah ini menghubungkan distrik Limarum dengan Kota Oksibil. Di ruas lain, dari Sota - Erambu - Bupul sepanjang 111 kilometer sudah diaspal. Begitu juga ruas Bupul - Muting sampai Boven Digoel sepanjang 233 kilometer.[11]

Top 2 News

1. Penembak TNI di Nduga Papua Diduga KKB Pimpinan Egianus Kogoya

Konvoi kendaraan pengangkut logistik milik Satgas Pengamanan Daerah Rawan (Pamrahwan) Yonif 751/VJS di Kabupaten Nduga, Papua diserang kelompok kriminal bersenjata (KKB), Jumat 16 Agustus 2019.

Diduga, penyerangan dilakukan KKB pimpinan Egianus Kogoya. Akibatnya, dua prajurit TNI terluka dalam peristiwa yang terjadi sekitar pukul 15.30 WIT itu.Kapendam XVII Cenderawasih Letkol Cpl Eko Daryanto mengatakan, pengadangan dilakukan saat konvoi dua unit kendaraan Satgas Pamrahwan Yonif 751/VJS baru saja mengantar perbekalan atau logistik dari Mbua.

Saat melintas di jalan Trans Papua KM 39 ruas Habema-Wamena, konvoi diserang dan ditembaki dari dua arah yaitu ketinggian dan lembah yang berada di kanan dan kiri jalan.

Karena posisi terjepit, 12 personel TNI segera turun dan meninggalkan kendaraan yang diserang. Aparat TNI langsung membalas tembakan. Baku tembak antara prajurit TNI dengan KKB pun tak terhindarkan.

Dua prajurit TNI terluka dalam peristiwa itu. Pratu Panji tertembak di bagian lengan kiri sedangkan Pratu Sirwandi tertembak pada paha kiri. Saat ini keduanya telah dievakuasi dan mendapat perawatan medis di RSUD Wamena, Papua.

Pangdam XVII Cenderawasih Mayjen TNI Yoshua Sembiring telah memerintahkan seluruh personel untuk meningkatkan kesiapsiagaan terutama yang tergabung dalam Satgas Pamrahwan.[12]

 

2. Insiden Surabaya - Malang - Papa

Belakangan muncul dugaan kerusuhan di Manokwari dan sejumlah titik di wilayah Papua dipicu oleh tindak kekerasan dan pengusiran mahasiswa Papua di Malang dan Surabaya pada 16 Agustus 2019. 

Aksi di Manokwari ini ditengarai akibat kemarahan masyarakat Papua sebagai buntut dari peristiwa yang dialami mahasiswa asal Papua di Surabaya dan Malang, Jawa Timur serta Semarang Jawa Tengah beberapa hari lalu.

Sejumlah ruas jalan di Manokwari, terutama jalan Yos Sudarso yang merupakan jalan utama kota Manokwari diblokade massa yang mengakibatkan aktivitas masyarakat maupun arus lalu lintas lumpuh.

Kerusuhan di Manokwari dan unjukrasa di Jayapura menjadi rentetan aksi berantai di Papua. Hal itu menyusul insiden pengepungan asrama disertai kekerasan terhadap mahasiswa Papua di Malang dan Surabaya beberapa waktu lalu.[13]


 

Daftar Pustaka :

  1. ^ Cicilia, Sarlota. 2017. 7 Hewan Edemik Papua Yang Terancam Punah. pacebro.net
  2. ^ Linda. 2019. 9 Tumbuhan Langka di Papua yang Paling Unik dan Memesona. bacaterus.com
  3. ^ Primadia, Adara. 2017. Sejarah Kerajaan Tidore Ternate Beserta Peninggalannya. sejarahlengkap.com
  4. ^ solowat, rimun. 2015. Latar Belakang Konflik Papua. kompasiana.com
  5. ^ Bishop, R. Doak (2005). Foreign Investment Disputes: Cases, Materials, and Commentary. Wolters Kluwer. hlm. 609–611
  6. ^ Lintner, Bertil (January 22, 2009). Papuans Try to Keep Cause Alive. Jakarta Globe
  7. ^ Firdausi, Fadrik Aziz.2019. Sejarah Pepera 1969: Upaya Lancung RI Merebut Papua. tirto.id
  8. ^ Soehoed. 2002. Sejarah Pengembangan Pertambangan PT Freeport Indonesia. Jakarta
  9. ^ Raditya, Iswara N, Rachma Dania. 2019. Sejarah Cinta Presiden Gus Dur dan Bangsa Papua. tirto.id
  10. ^ Nathaniel, Felix .2019. Papua di Bawah Tujuh Presiden Indonesia. tirto.id
  11. ^ Afriyadi, Achmad Dwi. 2019. Jokowi Buka Jalan Trans Papua, Meliuk-liuk di Pegunungan. finance.detik.com
  12. ^ Suryasumirat, Ratu Annisaa. 2019. 7 Tuntutan Masyarakat Sorong dan Manokwari Usai Rusuh Papua. liputan6.com
  13. ^ Putra, Nanda Perdana . 2019. Insiden Surabaya dan Malang Picu Kerusuhan Manokwari. liputan6.com