Hallo Sobat100,
Tanggal 3 Desember 2018 diperingati sebagai Hari Difabel Sedunia
Sobat100, sekitar 15% dari jumlah penduduk dunia, atau kurang lebih sebanyak satu milyar orang, merupakan penyandang disabilitas. Orang seringkali tidak menyadari banyaknya penyandang disabilitas di seluruh dunia dan tantangan yang mereka hadapi. Hari ini merupakan momentum bagi masyarakat internasional untuk memperhatikan dan menyelesaikan persoalan yang dihadapi para penderita disabilitas. Artikel hari ini tim100 akan membahas mengenai Hari difabel Sedunia, berikut arikelnya ...
Sejarah Hari Difabel Sedunia
Hari Disabilitas Internasional (HDI) yang selalu diperingati setiap tanggal 3 Desember, ditetapkan melalui Resolusi Dewan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Nomor 47/3 Tahun 1992, dan sebelumnya disebut dengan Hari Internasional Penyandang Cacat (HIPENCA).
Penetapan Hari Disabilitas Internasional (HDI) mengandung makna pengakuan akan eksistensi penyandang disabilitas, sekaligus peneguhan komitmen seluruh bangsa untuk membangun kepedulian bagi perwujudan kemandirian, kesetaraan dan kesejahteraan penyandang disabilitas.
Pelaksanaan peringatan Hari Disabilitas Internasional (HDI) merupakan bagian integral dalam implementasi Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, terutama yang berkaitan dengan hak, kesempatan yang sama dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan.
Setiap tahun, PBB menetapkan tema yang berbeda-beda. Berikut ini adalah tema-tema yang pernah diusung sejak 1998 :
1998: "Arts, Culture and Independent Living" - (Seni, Budaya dan Kehidupan Mandiri)
1999: "Accessibility for all for the new Millennium" - (Aksesibilitas untuk semua untuk Milenium baru)
2000: "Making information technologies work for all" - (Membuat teknologi informasi berfungsi untuk semua)
2001: "Full participation and equality: The call for new approaches to assess progress and evaluate outcome" - (Partisipasi penuh dan kesetaraan: Panggilan untuk pendekatan baru untuk menilai kemajuan dan mengevaluasi hasil)
2002: "Independent Living and Sustainable Livelihoods" - (Hidup Mandiri dan Penghidupan Berkelanjutan)
2003: "A Voice of our Own" - (Suara Kami Sendiri)
2004: "Nothing about Us, Without Us" - (Tidak ada tentang Kami, Tanpa Kami)
2005: "Rights of Persons with Disabilities: Action in Development" - (Hak Penyandang Disabilitas: Aksi dalam Pembangunan)
2006: "E-Accessibility" - (E-Aksesibilitas)
2007: "Decent Work for Persons with Disabilities" - (Pekerjaan Layak untuk Penyandang Cacat)
2008: "Convention on the Rights of Persons with Disabilities: Dignity and justice for all of us" - (Konvensi Hak-hak Penyandang Disabilitas: Martabat dan keadilan bagi kita semua)
2009: "Making the MDGs Inclusive: Empowerment of persons with disabilities and their communities around the world" - (Menjadikan MDGs Inclusive: Pemberdayaan penyandang disabilitas dan komunitas mereka di seluruh dunia)
2010: "Keeping the promise: Mainstreaming disability in the Millennium Development Goals towards 2015 and beyond" - (Menjaga janji: Mengarusutamakan kecacatan dalam Tujuan Pembangunan Milenium menuju tahun 2015 dan seterusnya)
2011: "Together for a better world for all: Including persons with disabilities in development" (Bersama-sama untuk dunia yang lebih baik untuk semua: Termasuk penyandang cacat dalam pembangunan)
2012: "Removing barriers to create an inclusive and accessible society for all" - (Menghilangkan hambatan untuk menciptakan masyarakat yang inklusif dan dapat diakses untuk semua)
2013: "Break Barriers, Open Doors: for an inclusive society and development for all" - (Menghancurkan Hambatan, Pintu Terbuka: untuk masyarakat dan pembangunan yang inklusif untuk semua)
2014: "The Promise of Technology" - (Perjanjian Teknoligi)
2015: “Inclusion Matters Access and Empowerment of People of all Abilities" - (Inklusi Masalah Akses dan Pemberdayaan Orang dari semua Kemampuan)
2016: “Achieving 17 SDGs for the future we want can create a more inclusive and equitable for PWD“ - (Mencapai 17 SDGs untuk masa depan yang kita inginkan dapat menciptakan inklusif dan adil bagi penyandang disabilitas)
2017: "Transformation towards sustainable and resilient society for all" - (Transformasi menuju masyarakat yang berkelanjutan dan tangguh untuk semua)
2018: "Empowering persons with disabilities and ensuring inclusiveness and equality" - (Memberdayakan para penyandang cacat dan memastikan inklusivitas dan kesetaraan)
Tujuan Hari Disabilitas Sedunia tersosialisasikannya Undang-Undang tentang hak-hak penyandang disabilitas di segala aspek kehidupan dalam rangka penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas. Juga meningkatnya pemahaman, kepedulian, dan keberpihakan negara dan seluruh komponen masyarakat terhadap penyandang disabilitas.
Serta terwujudnya partisipasi semua pihak dalam peran serta upaya perlindungan dan kesejahteraan sosial penyandang disabilitas. Untuk menciptakan akses dan akomodasi yang layak bagi Penyandang Disabilitas serta terwujudnya masyarakat yang inklusi dalam segala aspek kehidupan, dan terpenuhinya hak-hak penyandang disabilitas dalam aspek kehidupan bermasyarakat sesuai dengan Undang-Undang.[1]
Definisi
Difabel atau disabilitas adalah istilah yang meliputi gangguan, keterbatasan aktivitas, dan pembatasan partisipasi. Gangguan adalah sebuah masalah pada fungsi tubuh atau strukturnya; suatu pembatasan kegiatan adalah kesulitan yang dihadapi oleh individu dalam melaksanakan tugas atau tindakan, sedangkan pembatasan partisipasi merupakan masalah yang dialami oleh individu dalam keterlibatan dalam situasi kehidupan. Jadi disabilitas adalah sebuah fenomena kompleks, yang mencerminkan interaksi antara ciri dari tubuh seseorang dan ciri dar masyarakat tempat dia tinggal.[2]
Berikut ini beberapa pengertian lain penyandang disabilitas dari beberapa sumber:
• Menurut Resolusi PBB Nomor 61/106 tanggal 13 Desember 2006, penyandang disabilitas merupakan setiap orang yang tidak mampu menjamin oleh dirinya sendiri, seluruh atau sebagian, kebutuhan individual normal dan/atau kehidupan sosial, sebagai hasil dari kecacatan mereka, baik yang bersifat bawaan maupun tidak, dalam hal kemampuan fisik atau mentalnya.
• Menurut Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, penyandang cacat/disabilitas merupakan kelompok masyarakat rentan yang berhak memperoleh perlakuan dan perlindungan lebih berkenaan dengan kekhususannya.
• Menurut Undang-undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial, penyandang cacat/disabilitas digolongkan sebagai bagian dari masyarakat yang memiliki kehidupan yang tidak layak secara kemanusiaan dan memiliki kriteria masalah sosial.
• Menurut Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat, penyandang disabilitas adalah setiap orang yang mempunyai kelainan fisik dan/atau mental, yang dapat menganggu atau merupakan rintangan dan hamabatan baginya untuk melakukan secara selayaknya, yang terdiri dari, penyandang cacat fisik; penyandang cacat mental; penyandang cacat fisik dan mental.
• Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, Penyandang disabilitas adalah setiap orang yang mengalami keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dapat mengalami hambatan dan kesulitan untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif dengan warga Negara lainnya berdasarkan kesamaan hak.
Jenis-jenis Difabel
Penyandang cacat adalah setiap orang yang mempunyai kelainan fisik dan/atau mental, yang dapat mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan baginya untuk melakukan secara selayaknya, yang terdiri dari:
A. Penyandang Cacat Fisik
Cacat fisik adalah kecacatan yang mengakibatkan gangguan pada fungsi tubuh, antara lain gerak tubuh, penglihatan, pendengaran, dan kemampuan berbicara. Cacat fisik antara lain:
a) cacat kaki,
b) cacat punggung,
c) cacat tangan,
d) cacat jari,
e) cacat leher,
f) cacat netra,
g) cacat rungu,
h) cacat wicara,
i) cacat raba (rasa),
j) cacat pembawaan.
Cacat tubuh atau tuna daksa berasal dari kata tuna yang berarati rugi atau kurang, sedangkan daksa berarti tubuh. Jadi tuna daksa ditujukan bagi mereka yang memiliki anggota tubuh tidak sempurna.
Cacat tubuh dapat digolongkan sebagai berikut:
a. Menurut sebab cacat adalah cacat sejak lahir, disebabkan oleh penyakit, disebabkan kecelakaan, dan disebabkan oleh perang.
b. Menurut jenis cacatnya adalah putus (amputasi) tungkai dan lengan; cacat tulang, sendi, dan otot pada tungkai dan lengan; cacat tulang punggung; celebral palsy; cacat lain yang termasuk pada cacat tubuh orthopedi, paraplegia.
B. Penyandang Cacat Mental
Cacat mental adalah kelainan mental dan atau tingkah laku, baik cacat bawaan maupun akibat dari penyakit, antara lain:
a) retardasi mental,
b) gangguan psikiatrik fungsional,
c) alkoholisme,
d) gangguan mental organik dan epilepsi.
C. Penyandang Cacat Fisik dan Mental
Yaitu keadaan seseorang yang menyandang dua jenis kecacatan sekaligus. Apabila yang cacat adalah keduanya maka akan sangat mengganggu penyandang cacatnya.[3]
Klasifikasi Penyandang Difabel
Disabilitas dapat bersifat fisik, kognitif, mental, sensorik, emosional, perkembangan atau beberapa kombinasi dari ini. Berikut ini adalah klasifikasi disabilitas:
a. Tuna netra (Tipe A)
Tuna netra adalah individu yang memiliki hambatan dalam penglihatan. Tuna netra dapat diklasifikasikan kedalam dua golongan yaitu: buta total (blind) dan low vision.
b. Tuna rungu (Tipe B)
Tuna rungu adalah individu yang mengalami kerusakan alat atau organ pendengaran yang menyebabkan kehilangan kemampuan menerima atau menangkap bunyi serta suara baik permanen maupun tidak permanen.
c. Tuna wicara (Tipe C)
Tuna wicara, bisu, atau gangguan bicara adalah ketidakmampuan seseorang untuk berbicara. Bisu disebabkan oleh gangguan pada organ-organ seperti tenggorokan, pita suara, paru-paru, mulut, lidah, dsb.
d. Tuna daksa (Tipe D)
Tuna daksa adalah individu yang memiliki gangguan gerak yang disebabkan oleh kelainan otot dan struktur tulang yang bersifat bawaan, sakit atau akibat kecelakaan, termasuk celebral palsy, amputasi, polio, dan lumpuh. Tingkat gangguan pada tuna daksa adalah ringan yaitu memiliki keterbatasan dalam melakukan aktivitas fisik tetapi masih dapat ditingkatkan melalui terapi, sedang yaitu memilki keterbatasan motorik dan mengalami gangguan koordinasi sensorik, berat yaitu memiliki keterbatasan total dalam gerakan fisik dan tidak mampu mengontrol gerakan fisik.
e. Tuna Laras (Tipe E1)
Tuna laras adalah individu yang mengalami hambatan dalam mengendalikan emosi dan kontrol sosial. Gangguan yang muncul pada individu yang berupa gangguan perilaku seperti suka menyakiti diri sendiri, suka menyerang teman, dan lainnya.
f. Tuna grahita (Tipe F)
Tuna grahita adalah individu yang memiliki intelegensi yang signifikan berada dibawah rata-rata dan disertai dengan ketidakmampuan dalam adaptasi prilaku yang muncul dalam masa perkembangan. Tuna grahita merupakan keadaaan keterbelakangan mental, keadaan ini dikenal juga retardasi mental (mental retardation).
g. Tuna Ganda (Tipe G)
Tuna ganda adalah penyandang disabilitas ganda yang mempunyai lebih dari satu disabilitas (yaitu fisik dan mental), misalnya individu yang menyandang tuna grahita dan tuna rungu sekaligus. Hal itu dapat disebabkan oleh kelahiran prematur dan kekurangan oksigen.[4]
Derajat Kecacatan Penyandang Disabilitas
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 104/MENKES/PER/II/1999 tentang Rehabilitasi Medik pada Pasal 7 mengatur derajat kecacatan dinilai berdasarkan keterbatasan kemampuan seseorang dalam melaksanakan kegiatan sehari-hari, yaitu sebagai berikut:
Derajat cacat 1: Mampu melaksanakan aktivitas atau mempertahankan sikap dengan kesulitan.
Derajat cacat 2: Mampu melaksanakan kegiatan atau mempertahankan sikap dengan bantuan alat bantu.
Derajat cacat 3: Dalam melaksanakan aktivitas, sebagian memerlukan bantuan orang lain dengan atau tanpa alat bantu.
Derajat cacat 4: Dalam melaksanakan aktivitas tergantung penuh terhadap pengawasan orang lain.
Derajat cacat 5: Tidak mampu melakukan aktivitas tanpa bantuan penuh orang lain dan tersedianya lingkungan khusus.
Derajat cacat 6: Tidak mampu penuh melaksanakan kegiatan sehari-hari meskipun dibantu penuh orang lain.
Asas dan Hak-hak Penyandang Disabilitas
Dalam Pasal 6 Undang-undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat ditegaskan bahwa setiap penyandang cacat/disabilitas berhak memperoleh:
• Pendidikan pada semua satuan, jalur, jenis, dan jenjang pendidikan.
• Pekerjaan dan penghidupan yang layak sesuai dengan jenis dan derajat kecacatan, pendidikan, dan kemampuannya.
• Perlakuan yang sama untuk berperan dalam pembangunan dan menikmati hasil-hasilnya
• Aksesibilitas dalam rangka kemandiriannya.
• Rehabilitasi, bantuan sosial, dan pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial.
• Hak yang sama untuk menumbuh kembangkan bakat, kemampuan, dan kehidupan sosialnya, terutama bagi penyandang cacat anak dalam lingkungan keluarga dan masyarakat.[4]
Jenis-Jenis Sekolah Luar Biasa
SLB diperuntukkan bagi anak berkebutuhan khusus agar bisa mendapatkan layanan dasar yang bisa membantu mendapatkan akses pendidikan. Dengan jenis yang berbeda, berbeda pula strategi pembelajaran serta fasilitas yang dimiliki. Berikut ini jenis-jenis SLB yang perlu kamu ketahui:
1. SLB A
Sekolah ini diperuntukkan bagi anak tunanetra. Mereka biasanya memiliki hambatan dalam indra penglihatan, sehingga strategi pembelajaran yang diberikan di sekolah ini harus mampu mendorong mereka memahami materi yang diberikan oleh para guru. Di SLB A ini, media pembelajarannya berupa buku braille serta tape recorder.
2. SLB B
Ini merupakan sekolah yang diperuntukkan bagi anak yang memiliki kekurangan dalam indra pendengaran atau tunarungu. Media pembelajaran yang diberikan di sekolah ini yakni membaca ujaran melalui gerakan bibir yang digabung dengan cued speech yaitu geraka tangan untuk bisa melengkapi gerakan pada bibir. Selain itu, media lainnya yakni melalui pendengaran dengan alat pendengaran yaitu conchlear implant.
3. SLB C
SLB C ditujukan untuk tunagrahita atau individu dengan intelegensi yang di bawah rata-rata serta tidak memiliki kemampuan adaptasi sehingga mereka perlu mendapat pembelajaran tentang bina diri dan sosialisasi. Mereka cenderung menarik diri dari lingkungan dan pergaulan.
4. SLB D
Ini merupakan sekolah yang diperuntukkan bagi mereka yang memiliki kekurangan dalam anggota tubuh mereka atau disebut tunadaksa. Pendidikan di SLB D bertujuan mengembangkan potensi diri siswa itu sendiri agar mereka bisa mandiri dan mengurusi diri mereka.
5. SLB E
Sekolah ini diperuntukkan bagi mereka yang bertingkat tidak selaras dengan lingkungan yang ada atau biasa disebut dengan tunalaras. Mereka biasanya tidak bisa mengukur emosi serta kesulitan dalam menjalani fungsi sosialisasi.
6. SLB G
SLB G diperuntukkan bagi tunaganda, yakni mereka yang memiliki kombinasi kelainan. Mereka biasanya kurang untuk berkomunikasi, atau bahkan tidak berkomunikasi sama sekali. Perkembangan dalam motoriknya terlambat, sehingga butuh media pembelajaran yang berbeda untuk bisa meningkatkan rasa mandiri anak tersebut.[5]
Sobat100, semoga menjadi bangsa yang lebih memperhatikan hak-hak kaum difable yang berarti kita telah mengamalkan Sila dalam Pancasila yaitu Kemanusiaan yang Adil dan Beradab.
Daftar Pustaka :
1 .Riki. 2017. Hari Disabilitas Internasional. goaceh.co
2. Muharam, Dimas Prasetyo. 2014. DIFABEL ATAU DISABILITAS?. kartunet.com
3. Riadi, Muchlisin. 2018. Pengertian, Jenis dan Hak Penyandang Disabilitas. kajianpustaka.com
4. widyawati, winny. 2012. Klasifikasi Penyandang Disabilitas. wordpress.com
5. Susanti, Afriani. 2015. Jenis-JenisSekolah Luar Biasa. okezone.com
Komentar berhasil disembunyikan.