Hallo sobat100,
Tanggal 15 Desember 2018 merupakan peringatan Hari Juang Kartika TNI-AD (Hari Infanteri)
Hari Juang Kartika TNI Angkatan Darat adalah tanggal khusus yang khusus Korps Infanteri TNI AD dan diperingati setiap tanggal 15 Desember untuk mengenang Pertempuran Ambarawa. Sebelumnya bernama Hari Infanteri.
Pertempuran Ambarawa terjadi tanggal 20 November sampai tanggal 15 Desember 1945, antara pasukan TKR dan Pemuda Indonesia melawan pasukan Sekutu (Inggris). Pertempuran Ambarawa dimulai dari insiden yang terjadi di Magelang pada tanggal 26 Oktober 1945. Pertempuran di Ambarawa sering dikenal dengan peristiwa Palagan Ambarawa. Untuk mengenang peristiwa tersebut dibangun Monumen Palagan Ambarawa di tengah kota Ambarawa.
Awal Pertempuran Ambarawa
Pada tanggal 20 November berakhir tanggal 15 Desember 1945, antara pasukan Perjuangan Tentara Keamanan Rakyat (TKR) melawan pasukan inggris. Ambarawa merupakan kota yang terletak antara kota Semarang dan magelang, serta Semarang dan Salatiga. Peristiwa ini dilatarbelakangi oleh mendaratnya pasukan Sekutu dari Divisi India ke-23 di Semarang pada tanggal 20 oktober 1945. Pemerintah Indonesia memperkenankan mereka untuk mengurus tawanan perang yang berada di penjara Ambarawa dan Magelang.
Kedatangan pasukan Sekutu (Inggris) diikuti oleh pasukan Netherlands-Indies Civil Administration (NICA) . Mereka mempersenjatai para bekas tawanan perang Eropa, sehingga pada tanggal 26 Oktober 1945 terjadi insiden di Magelang yang kemudian terjadi pertempuran antara pasukan TKR dengan pasukan Sekutu. Insiden berakhir setelah Presiden Soekarno dan Brigadir Jenderal Bethell datang ke Magelang pada tanggal 2 November 1945. Mereka mengadakan perundingan gencatan senjata dan memperoleh kata sepakat yang dituangkan dalam 12 pasal.
Naskah persetujuan itu berisi antara lain:
• Jumlah pasukan sekutu dibatasi berdasarkan tugasnya. Penempatan pasukan di Magelang tetap dilakukan pihak sekutu untuk mengurus evakuasi dan melindungi pasukan yang merupakan bagian dari pasukan Inggris yang ditawan Palang Merah (Red Cross) dan pasukan Jepang (RAPWI).
• Jalur untuk lalu lintas Indonesia dan Sekutu dibuka di Jalan Raya Ambarawa dan Magelang.
• Aktivitas NICA dan seluruh organisasi dibawahnya tidak diakui oleh Sekutu.
Perjuangan Tentara Keamanan Rakyat (TKR) yang dipimpin Jenderal Soedirman pada pertengahan Desember 1945 membuat tentara sekutu terjepit dan akhirnya mundur dari Ambarawa menuju Semarang. Walaupun dihadang dengan seluruh kekuatan persenjataan modern serta kemampuan taktik dan strategi sekutu, para pejuang RI tak pernah gentar sedikit pun.
Mereka melancarkan serangan dengan gigih seraya melakukan pengepungan ketat di semua penjuru kota Ambarawa. Dengan gerakan pengepungan rangkap ini sekutu benar-benar terkurung. Jenderal Soedirman sebagai pemimpin pasukan menegaskan perlunya mengusir tentara sekutu dari Ambarawa secepat mungkin. Sebab sekutu akan menjadikan Ambarawa sebagai basis kekuatan untuk merebut Jawa Tengah. Dengan emboyan â€Rawe-rawe rantas malang-malang putung, patah tumbuh hilang bergantiâ€, pasukan TKR memiliki tekad bulat membebaskan Ambarawa atau dengan pilihan lain gugur di pangkuan ibu pertiwi.[1]
Peristiwa Pertempuran Ambarawa
Perjanjian tersebut ternyata dikhianati oleh pihak sekutu yang mengakibatkan pecahnya pertempuran di Ambarawa tanggal 20 November 1945. TKR dibawah pimpinan Mayor Sumarto berupaya menghadapi pasukan sekutu. Sebagian pasukan sekutu yang berada di Magelang ditarik ke Ambarawa pada 21 November 1945. Pengeboman terhadap desa-desa yang berada disekitar Ambarawa dilakukan oleh pasukan sekutu pada tanggal 22 November 1945. Garis medan sepanjang rel kereta api yang membelah kota Ambarawa terbentuk oleh pasukan TKR dan pasukan pemuda dari Kartasura Boyolali, dan Salatiga.
Pada tanggal 21 November 1945 pula TKR divisi V/Purwokerto yang dipimpin oleh Imam Androngi melakukan serangan fajar, mereka merebut desa-desa yang sebelumnya telah diduduki sekutu dan berhasil menduduki desa pingit. Pengejaran kembali dilakukan oleh Batalyon Imam Androngi dan pasukannya. Batalyon 10 Divisi III dibawah kepemimpinan Mayor Soeharto, Batalyon 8 dibawah kepemimpinan Mayor Sardjono, dan Batalyon Sugeng yang merupakan Batalyon dari Yogyakarta menyusul Batalyon Imam Androngi. Pasukan sekutu mencoba mengancam kedudukan pasukan Batalyon dengan tank-tank dan gerakan melambung setelah akhirnya mereka berhasil terkepung. Namun, pasukan Batalyon memilih mundur ke Bendano untuk menghindari jatuhnya korban.
Letnan Kolonel M. Sarbini yang memimpin TKR Resimen Magelang berupaya membalas perlakuan pihak sekutu dengan melakukan pengepungan kembali dari segala penjuru. Tak berhenti sampai disitu, pasukan sekutu memasuki daerah Ambarawa secara diam-diam dan pergerakan mereka pun mendapatkan pengejaran dari TKR Resimen Kedu Tengah yang juga dipimpin oleh Letnan Kolonel M. Sarbini. Beruntung kala itu pasukan angkatan muda pimpinan Oni Sastrodiharjo yang diperkuat pasukan gabungan Ambarawa, Suruh, dan Surakarta berhasil menghadang pasukan sekutu di desa jambu sehingga pergerakan mereka tertahan. Di desa Jambu, Kolonel Holland Iskandar memimpin rapat koordinasi dengan para komandan pasukan.
Markas Pimpinan Pertempuran di Magelang adalah hasil rapat koordinasi yang mana terdapat pembagian empat sektor (sektor utara, sektor barat, sektor selatan, dan sektor timur) atas Ambarawa dengan disiagakannya pasukan tempur secara bergantian. Kabar duka pun menyelimuti. Letnan Kolonel Isdiman yang memimpin pasukan dari Purwokerto gugur pada 26 November 1945. Meski begitu situasi pertempuran menguntungkan pasukan TKR ketika pengambil alihan pasukan dilakukan oleh Kolonel Soedirman yang merupakan Panglima Divisi V/Purwokerto. Sementara itu daerah Banyubiru yang merupakan garis pertahanan terdepan berhasil ditinggalkan pasukan sekutu setelah diusir pada 5 Desember 1945.[2]
Strategi Pertempuran Ambarawa
Musuh terusir dari Banyubiru pada tanggal 5 Desember 1945. Setelah mempelajari situasi pertempuran, pada tanggal 11 Desember 1945 Kolonel Sudirman mengambil prakarsa untuk mengumpulkan setiap komandan sektor. Dalam kesimpulannya dinyatakan bahwa musuh telah terjepit sehinggaperlu dilaksanakan serangan yang terakhir. Rencana serangan disusun sebagai berikut.
• Serangan dilakukan serentak dan mendadak dari semua sector.
• Setiap komandan sektor memimpin pelaksanaan serangan.
• Pasukan badan perjuangan (laskar) menjadi tenaga cadangan.
• Hari serangan adalah 12 Desember 1945, pukul 04.30.
Akhir pertempuran
Sekitar pukul 16.00 WIB, Jalan Raya Ambarawa - Semarang berhasil dikuasai TKR dan pengepungan musuh dalam kota Ambarawa berjalan dengan sempurna. Terjadilah pertempuran jarak dekat. Musuh mulai mundur pada tanggal 14 Desember 1945. Persediaan logistik maupun amunisi musuh sudah jauh berkurang. Akhirnya, pasukan sekutu mundur dari Ambarawa sambil melancarkan aksi bumi hangus pada tanggal 15 Desember 1945, pukul 17.30 WIB.
Pertempuran berakhir dengan kemenangan gemilang dari TKR. Benteng pertahanan sekutu yang tangguh berhasil direbut pasukan TKR. Kemenangan pertempuran Ambarawa pada tanggal 15 Desember 1945 dan keberhasilan Panglima Besar Jenderal Soedirman ini kemudian diabadikan dalam bentuk monumen Palagan Ambarawa. TNI AD memperingati tanggal tersebut setiap tahun sebagai Hari Infanteri. Berdasar Keputusan Presiden RI No. 163/1999, Hari Infanteri kemudian diganti dengan nama Hari Juang Kartika.[3]
Dampak Peristiwa Pertempuran Ambarawa
1. Indonesia kehilangan seorang perwira terbaiknya yaitu Letkol. Isdiman, Komandan Divisi V Banyumas
2. TKR Indonesia dapat mengusir Sekutu dari Ambarawa menjadi salah satu peristiwa penting dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan RI.
Tokoh - Tokoh Besar Pertempuran Ambarawa
1. Letkol. Isdiman
2. Kolonel Soedirman
3. M Sarbini
4. Brigjen Betheel
5. Mayor Sumarto
6. Imam Androngi (TKR)
7. Mayor Soeharto: Batalion X
8. Kolonel Isdiman (Pasukan Purwokerto)
9. Mayor Sardjono: Batalyon
Pertempuran Ambarawa telah memberikan memori bagi bangsa Indonesia. Perjuangan para pemuda untuk mempertahankannya bukan hanya semata-mata karena kota Ambarawa merupakan kota yang strategis karena berdekatan dengan tiga kota besar di Jawa Tengah yakni Surakarta, Magelang, dan markas tertinggi TKR yakni Yogyakarta. Jauh diatas semua mempertahankan Ambarawa adalah sebuah amanah yang harus dijalankan atas nama bangsa Indonesia dan seluruh isinya.
Untuk dapat melihat kilas balik pertempuran/palagan Ambarawa pada tahun 1973 maka dibangun sebuah monument yang diberi nama ‘Monumen Palagan Ambarawa’.
DAFTAR PUSTAKA :
1. Marsahala, Yogi. 2018. Sejarah Pertempuran Ambarawa dan Isi Perjanjian Lengkap. blogspot.com
2. tiriskaa, novianti. 2016. Penyebab Terjadinya Pertempuran Ambarawa – Latar Belakang dan Kronologis. sejarahlengkap.com
3. Ahmad, Dadan. 2018. Latar Belakang Sejarah Palagan Ambarawa. sridianti.com
Komentar berhasil disembunyikan.