Sobat100, tepat dihari ini pada tanggal 18 April diperingati sebagai Hari Peringatan Konferensi Asia-Afrika. Oleh karena itu artikel kali ini dibuat tim100 untuk membahas Sejarah Hari Peringatan Konferensi Asia-Afrika.

Konferensi Tingkat Tinggi Asia–Afrika (disingkat KTT Asia Afrika atau KAA, sering juga disebut Konferensi Bandung) adalah sebuah konferensi antara negara-negara Asia dan Afrika, yang kebanyakan baru saja memperoleh kemerdekaan. KAA diselenggarakan oleh Indonesia, Myanmar (dahulu Burma), Sri Lanka (dahulu Ceylon), India dan Pakistan dan dikoordinasi oleh Menteri Luar Negeri Indonesia Sunario. Pertemuan ini berlangsung antara 18 April-24 April 1955, di Gedung Merdeka, Bandung, Indonesia dengan tujuan mempromosikan kerjasama ekonomi dan kebudayaan Asia-Afrika dan melawan kolonialisme atau neokolonialisme Amerika Serikat, Uni Soviet, atau negara imperialis lainnya.[1]

Sejarah Konferensi Asia Afrika

A. Latar belakang

Setelah Perang Dunia II di tahun 1945, banyak negara-negara yang sebelumnya dijajah oleh bangsa Eropa memproklamasikan kemerdekaannya. Salah satunya adalah Indonesia yang merdeka di tahun 1945 diikuti oleh negara-negara lain di kawasan Asia.

Berikut adalah beberapa Negara yang mendapatkan kemerdekaan :

1. Indonesia (17 Agustus 1945)

2. Vietnam (2 September 1945)

3. Filipina (4 Juli 1946)

4. Pakistan (14 Agustus 1947)

5. India (15 Agustus 1947)

6. Birma (4 Januari 1948)

7. Srilanka (4 Februari 1948)

8. Tiongkok (1 Oktober 1949)

Namun tidak semua negara yang dijajah sudah merdeka, karena masih ada negara di benua Afrika dan Asia yang masih mengalami masalah kolonialisme. Pada masa itu juga terdapat dua kekuatan blok besar di dunia yakni Blok Barat yang dipimpin Amerika Serikat dan Blok Timur yang dipimpin Uni Soviet.

Keberadaan PBB memang agak membantu mendinginkan suasana, namun faktanya perang dingin masih terjadi antara dua kekuatan besar dunia tersebut. Akibatnya negara-negara di Asia dan Afrika yang banyak terkena dampak negatif konflik berkepanjangan tersebut.

Pada tahun 1954, Perdana Menteri Sri Lanka (dulu bernama Ceylon) mengundang perwakilan neagra Burma, India, Indonesia dan Pakistan untuk mengadakan pertemuan membahas masalah tersebut yang dikenal dengan Konferensi Kolombo. Indonesia diwakili oleh Perdana Menteri Indonesia saat itu Ali Sastroamidjojo.

Presiden Soekarno pun menekankan pada Ali Sastroamidjojo untuk menyampaikan ide untuk menggelar Konferensi Asia Afrika. Pertemuan tersebut diharapkan akan membangun solidaritas negara negara Asia Afrika untuk bisa lepas dari konflik yang terjadi di negara masing-masing.

Konferensi Kolombo yang dihadiri 5 negara tersebut berlangsung antara 28 April sampai 2 Mei 1954 dan membicarakan masalah-masalah yang menjadi kepentingan bersama. Usulan Ali Sastroamidjojo untuk menggelar Konferensi Asia Afrika pun disetujui oleh 4 perwakilan negara lain.[1]

 

B. Menjelang Konferensi Asia Afrika

Dalam persiapan pelaksanaan Konferensi Asia Afrika, dibentuk Sekretariat Bersama yang diwakili oleh lima negara penyelenggara. Indonesia diwakili oleh Sekretaris Jenderal Kementerian Luar Negeri, Roeslan Abdulgani, yang juga menjadi ketua badan itu, dan 4 negara lainnya diwakili oleh kepala-kepala perwakilan mereka masing-masing di Jakarta, yaitu Kuasa Usaha U Mya Sein (Birma), Duta Besar M. Saravanamuttu (Ceylon), Duta Besar B.F.H.B. Tyabji (India), dan Duta Besar Choudhri Khaliquzzaman (Pakistan).

Pemerintah Indonesia sendiri membentuk Panitia Interdepartemental pada 11 Januari 1955 yang diketuai oleh Sekretaris Jenderal Sekretariat Bersama dengan anggota-anggota dan penasehatnya berasal dari berbagai departemen guna membantu persiapan-persiapan konferensi tersebut.

Di Bandung, tempat diadakannya konferensi, dibentuklah Panitia Setempat pada 3 Januari 1955, dengan ketuanya Sanusi Hardjadinata, Gubernur Jawa Barat. Panitia Setempat bertugas mempersiapkan dan melayani hal-hal yang bertalian dengan akomodasi, logistik, transportasi, kesehatan, komunikasi, keamanan, hiburan, protokol, penerangan, dan lain-lain.

Gedung Concordia (Gedung Merdeka) dan Gedung Dana Pensiun dipersiapkan sebagai tempat sidang-sidang konferensi. Hotel Homann, Hotel Preanger, dan 12 hotel lainnya serta 31 bungalow di sepanjang Jalan Cipaganti, Lembang, dan Ciumbuleuit dipersiapkan sebagai tempat menginap para peserta yang berjumlah lebih kurang 1.500 orang. Selain itu, disediakan juga fasilitas akomodasi untuk lebih kurang 500 wartawan dalam dan luar negeri.


Keperluan transportasi dilayani oleh 143 mobil, 30 taksi, 20 bus, dengan jumlah 230 orang sopir dan 350 ton bensin tiap hari serta cadangan 175 ton bensin.

Dalam kesempatan memeriksa persiapan-persiapan  terakhir di Bandung pada 7 April 1955, Presiden Indonesia Soekarno meresmikan penggantian nama Gedung Concordia menjadi Gedung Merdeka, Gedung Dana Pensiun menjadi Gedung Dwiwarna, dan sebagian Jalan Raya Timur menjadi Jalan Asia Afrika. Penggantian nama tersebut dimaksudkan untuk lebih menyemarakkan konferensi dan menciptakan suasana konferensi yang sesuai dengan tujuannya.

Pada 15 Januari 1955, surat undangan Konferensi Asia Afrika dikirimkan kepada kepala pemerintah dari 25 Negara Asia dan Afrika. Dari seluruh negara yang diundang hanya satu negara yang menolak undangan itu, yaitu Federasi Afrika Tengah, karena memang negara itu masih dikuasai oleh orang-orang bekas penjajahnya, sedangkan 24 negara lainnya menerima baik undangan itu, meskipun pada mulanya ada negara yang masih ragu-ragu.[1]

Negara-negara Peserta Konperensi Asia-Afrika :

1. Afghanistan
2. Indonesia
3. Pakistan            
4. Birma
5. IranFilipina
6. Kamboja
7. Irak
8. Iran
9. Arab Saudi
10. Ceylon
11. Jepang
12. Sudan
13. Republik Rakyat Tiongkok
14. Yordania
15. Suriah
16. Laos
17. Thailand
18. Mesir
19. Libanon
20. Turki
21. Ethiopia
22. Liberia
23. Vietnam (Utara)
24. Vietnam (Selatan)
25. Pantai Emas
26. Libya
27. India
28. Nepal
29. Yaman

C. Asia Afrika Bergema Dari Bandung

Pada tanggal 18 April 1955, sejak fajar menyingsing telah tampak kesibukan di Kota Bandung untuk menyambut pembukaan Konferensi Asia Afrika. Sejak pukul 07.00 WIB kedua tepi sepanjang Jalan Asia Afrika dari mulai depan Hotel Preanger sampai dengan kantor pos penuh sesak oleh rakyat yang ingin menyambut dan menyaksikan para tamu dari berbagai negara. Sementara itu, para petugas keamanan yang terdiri dari tentara dan polisi telah siap di tempat tugas mereka untuk menjaga keamanan dan ketertiban.

Sekitar pukul 08.30 WIB, para delegasi dari berbagai negara berjalan meninggalkan Hotel Homann dan Hotel Preanger menuju Gedung Merdeka secara berkelompok untuk menghadiri pembukaan Konferensi Asia Afrika. Banyak di antara mereka memakai pakaian nasional masing-masing yang beraneka corak dan warna. Mereka disambut hangat oleh rakyat yang berderet di sepanjang Jalan Asia Afrika dengan tepuk tangan dan sorak sorai riang gembira. Perjalanan para delegasi dari Hotel Homann dan Hotel Preanger ini kemudian dikenal dengan nama “Langkah Bersejarah†(The Bandung Walks). Kira-kira pukul 09.00 WIB, semua delegasi masuk ke dalam Gedung Merdeka.

Tidak lama kemudian rombongan Presiden dan Wakil Presiden Indonesia, Soekarno dan Mohammad Hatta, tiba di depan Gedung Merdeka dan disambut oleh rakyat dengan sorak-sorai dan pekik “merdekaâ€. Di depan pintu gerbang Gedung Merdeka kedua pimpinan Pemerintah Indonesia itu disambut oleh lima perdana menteri negara sponsor.

Pada pukul 10.20 WIB setelah diperdengarkan lagu kebangsaan Indonesia : “Indonesia Rayaâ€, Presiden Indonesia, Soekarno, mengucapkan pidato pembukaan yang berjudul “Let a New Asia And a New Africa be Born†(Mari Kita Lahirkan Asia Baru dan Afrika Baru). Dalam kesempatan tersebut Presiden Soekarno menyatakan bahwa kita, peserta konferensi, berasal dari kebangsaan yang berlainan, begitu pula latar belakang sosial dan budaya, agama, sistem politik, bahkan warna kulit pun berbeda-beda, namun kita dapat bersatu, dipersatukan oleh pengalaman pahit yang sama akibat kolonialisme, oleh keinginan yang sama dalam usaha mempertahankan dan memperkokoh perdamaian dunia. Pada bagian akhir pidatonya beliau mengatakan :

“Saya berharap konferensi ini akan menegaskan kenyataan, bahwa kita, pemimpin-pemimpin Asia dan Afrika, mengerti bahwa Asia dan Afrika hanya dapat menjadi sejahtera, apabila mereka bersatu, dan bahkan keamanan seluruh dunia tanpa persatuan Asia Afrika tidak akan terjamin. Saya harap konferensi ini akan memberikan pedoman kepada umat manusia, akan menunjukkan kepada umat manusia jalan yang harus ditempuhnya untuk mencapai keselamatan dan perdamaian. Saya berharap, bahwa akan menjadi kenyataan, bahwa Asia dan Afrika telah lahir kembali. Ya, lebih dari itu, bahwa Asia Baru dan Afrika Baru telah lahir!â€

Pidato tersebut berhasil menarik perhatian dan mempengaruhi hadirin yang dibuktikan dengan adanya usul Perdana Menteri India dan didukung oleh semua peserta konferensi untuk mengirimkan pesan ucapan terimakasih kepada presiden atas pidato pembukaannya.

Pada pukul 10.45 WIB., Presiden Indonesia, Soekarno, mengakhiri pidatonya, dan selanjutnya sidang dibuka kembali. Secara aklamasi, Perdana Menteri Indonesia terpilih sebagai ketua konferensi. Selain itu, Ketua Sekretariat Bersama, Roeslan Abdulgani, dipilih sebagai sekretaris jenderal konferensi.

Kelancaran jalannya konferensi dimungkinkan oleh adanya pertemuan informal terlebih dahulu di antara para pimpinan delegasi negara sponsor dan negara peserta sebelum konferensi dimulai yaitu pada 17 April 1955. Pertemuan tersebut menghasilkan beberapa kesepakatan yang bertalian dengan prosedur acara, pimpinan konferensi, dan lain-lain yang dipandang perlu. Beberapa kesepakatan itu berisi antara lain bahwa prosedur dan acara konferensi ditempuh dengan sesederhana mungkin dan dalam memutuskan sesuatu akan ditempuh sistem musyawarah dan mufakat (sistem konsensus).

Sidang konferensi terdiri atas sidang terbuka untuk umum dan sidang tertutup hanya bagi peserta konferensi. Dibentuk tiga komite, yaitu Komite Politik, Komite Ekonomi, dan Komite Kebudayaan. Semua kesepakatan tersebut selanjutnya disetujui oleh sidang dan susunan pimpinan konferensi adalah sebagai berikut :

• Ketua Konferensi : Ali Sastroamidjojo, Perdana Menteri Indonesia

• Ketua Komite Politik : Ali Sastroamidjojo, Perdana Menteri Indonesia

• Ketua Komite Ekonomi : Roosseno, Menteri Perekonomian Indonesia

• Ketua Komite Kebudayaan : Muhammad Yamin, Menteri  Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan Indonesia Sekretaris Jenderal

• Konferensi : Roeslan Abdulgani, Sekretaris Jenderal Kementerian Luar Negeri Indonesia

Dalam sidang-sidang selanjutnya muncul beberapa kesulitan yang bisa diduga sebeumnya. Kesulitan-kesulitan itu terutama terjadi dalam sidang-sidang Komite Politik. Perbedaan pandangan politik dan masalah-masalah yang dihadapi antara Negara-negara Asia Afrika muncul ke permukaan, bahkan sampai pada tahap yang relatif panas.

Namun berkat sikap yang bijaksana dari pimpinan sidang serta hidupnya rasa toleransi dan kekeluargaan di antara peserta konferensi, maka jalan buntu selalu dapat dihindari dan pertemuan yang berlarut-larut dapat diakhiri.

Setelah melalui sidang-sidang yang menegangkan dan melelahkan selama satu minggu, pada pukul 19.00 WIB. Tanggal 24 April 1955, Sidang Umum terakhir Konferensi Asia Afrika dibuka. Dalam Sidang Umum itu dibacakan oleh sekretaris jenderal konferensi rumusan pernyataan dari tiap-tiap panitia (komite) sebagai hasil konferensi. Sidang Umum menyetujui seluruh pernyataan tersebut, kemudian sidang dilanjutkan dengan pidato sambutan para ketua delegasi. Setelah itu, ketua konferensi menyampaikan pidato penutupan dan menyatakan bahwa Konferensi Asia Afrika ditutup.[2]

Konsensus itu dituangkan dalam komunike akhir, yang isinya adalah mengenai :

• Kerja sama ekonomi;

• Kerja sama kebudayaan;

• Hak-hak asasi manusia dan hak menentukan nasib sendiri;

• Masalah rakyat jajahan;

• Masalah-masalah lain;

• Deklarasi tentang memajukan perdamaian dunia dan kerja sama internasional.

Deklarasi yang tercantum pada komunike tersebut, selanjutnya dikenal dengan sebutan Dasasila Bandung yaitu suatu pernyataan politik berisi prinsip-prinsip dasar dalam usaha memajukan perdamaian dan kerja sama dunia.

D. Hasil Konferensi Asia Afrika (Dasasila Bandung)

Hasil dan isi Konferensi Asia Afrika dihasilkan dalam bentuk Dasasila Bandung. Secara umum hasil konferensi tersebut berisi tentang pernyataan mengenai dukungan bagi kedamaian dan kerjasama dunia. Terdapat 10 poin utama hasil Konferesi Asia Afrika dalam Dasasila Bandung antara lain sebagai berikut :

1. Menghormati hak-hak asasi manusia dan menghormati tujuan-tujuan dan prinsip-prinsip dalam Piagam PBB.

2. Menghormati kedaulatan dan keutuhan wilayah semua negara.

3. Mengakui persamaan derajat semua ras serta persamaan derajat semua negara besar dan kecil.

4. Tidak campur tangan di dalam urusan dalam negeri negara lain.

5. Menghormati hak setiap negara untuk mempertahankan dirinya sendiri atau secara kolektif, sesuai dengan Piagam PBB.

6. (a) Tidak menggunakan pengaturan-pengaturan pertahanan kolektif untuk kepentingan khusus negara besar mana pun.

    (b) Tidak melakukan tekanan terhadap negara lain mana pun.

7. Tidak melakukan tindakan atau ancaman agresi atau menggunakan kekuatan terhadap keutuhan wilayah atau kemerdekaan politik negara mana pun.

8. Menyelesaikan semua perselisihan internasional dengan cara-cara damai, seperti melalui perundingan, konsiliasi, arbitrasi, atau penyelesaian hukum, ataupun cara-cara damai lainnya yang menjadi pilihan pihak-pihak yang bersangkutan sesuai dengan Piagam PBB.

9. Meningkatkan kepentingan dan kerja sama bersama.

10. Menjunjung tinggi keadilan dan kewajiban-kewajiban internasional.[1]

Dampak Konferensi Asia Afrika

Konferensi Asia Afrika di Bandung telah memacu semangat bangsa-bangsa Asia dan Afrika yang pada masa itu tengah memperjuangkan kemerdekaan Negara mereka. Membuktikan bahwa isi dari Dasasila Bandung telah memengaruhi bangsa-bangsa Asia Afrika.

Konferensi Asia Afrika juga telah berhasil menumbuhkan semangat solidaritas di antara Negara-negara Asia Afrika, baik dalam menghadapi masalah internasional maupun regional. Menyusul Konferensi Asia Afrika banyak konferensi serupa diselenggarakan yakni Konferensi Islam Afrika Asia, Konferensi Setiakawan Rakyat Asia Afrika, Konferensi Mahasiswa Asia Afrika, Konferensi Wartawan Asia Afrika. Dasasila Bandung telah mengubah pandangan dunia tentang hubungan internasional dan melahirkan paham Dunia Ketiga atau ‘Non-Aligned’ terhadap Dunia Pertama Washington (USA) dan Dunia Kedua Moscow (Rusia).[3]

Tokoh Pelopor Konferensi Asia Afrika

Ada lima tokoh Konferensi Asia Afrika yang mempelopori diadakannya pertemuan ini. Kelima tokoh ini berasal dari perwakilan 5 negara yang mengikuti Konferensi Kolombo yang menyepakati dilaksanakannya Konferensi Asia Afrika.[4]

1. Ali Sastroamidjojo (Perdana Menteri Indonesia)

 

 

2. Jawaharlal Nehru (Perdana Menteri India)

 

 

3. Mohammad Ali Bogra (Perdana Menteri Pakistan)

 

 

4. Sir John Kotelawala (Perdana Menteri Ceylon)

 

 

5. U Nu (Perdana Menteri Burma)

 

 

Sobat100, demikianlah artikel sejarah Konferensi Asia Afrika (KAA) mulai dari latar belakang dan tujuan konferensi, waktu dan tempat pelaksanaan, tokoh dan negara yang terlibat, isi dan hasil perjanjian serta dampak dan akibat yang ditimbulkannya.

 

 

DAFTAR PUSTAKA :

1. Zakky. 2018. Konferensi Asia Afrika (KAA) | Latar Belakang, Tujuan dan Hasilnya. zonareferensi.com

2. Asian African Museum. 2019. Sejarah Konferensi Asia Afrika. asianafricanmuseum.org

3. Nanonano. 2016. Konferensi Asia Afrika – Latar Belakang dan Dampaknya. sejarahlengkap.com

4. Avin, Risnawati. 2016. Ini 5 Tokoh Pencetus Terbentuknya KAA. mediaiyaa.com