Perjuangan merebut kemerdekaan Indonesia sebelum abad XX didominasi oleh perjuangan bersenjata yang dipimpin oleh “tokoh tua†yang berkarisma. Berbeda dengan setelah berakhirnya perang Aceh 1910, perjuangan meraih kemerdekaan lebih didominasi kaum muda.

Setelah berdirinya Boedi Oetomo 1908 yang merupakan organisasi pelajar Dokter Djawa. Banyak bermunculan organisasi-organisasi kepemudaan.

Tahun 1915 lahirlah Tri Koro Darmo yang diprakarsai oleh Satiman Wirjosandjojo. Tri Koro Darmo menginginkan terbentuknya masyarakat Jawa Raya. Namun usaha tersebut tidak dapat terpenuhi. Demi merangkul pemuda Sunda, Madura dan Bali, pada tahun 1918, Tri Koro Darmo mengganti namanya menjadi Jong Java. Perubahan ini membuat percepatan usaha para pemuda tersebut dalam rangka mengakomodasikan aspirasi pemuda dalam wadah tunggal.

Pada tahun 1921 terlontar ide untuk menggabungkan antara Jong Java dan Jong Sumatranen Bond. Akan tetapi usaha ini mengalami kegagalan.

Sementara itu pada tanggal 22 Desember 1908, para pelajar Indonesia di Belanda mendirikan organisasi yang bernama Indische Vereeniging. Nama ini di ubah pada tahun 1925 menjadi Perhimpunan Indonesia. Pada tahun 1925 ini Perhimpunan Indonesia menerbitkan Manifesto yang dirumuskan sebagai berikut:

  1. Rakyat Indonesia sewajarnya diperintah oleh pemerintah yang dipilih oleh mereka sendiri
  2. Dalam memperjuangkan pemerintahan sendiri itu tidak diperlukan bantuan dari pihak manapun
  3. Tanpa persatuan yang kokoh dari berbagai unsur rakyat, tujuan perjuangan itu sulit tercapai.

Dengan lahirnya manifesto ini maka idelogi perjuangan pemuda telah memperoleh orientasi yang jelas. Ialah Indonesia Merdeka.

Karenanya diadakanlah pertemuan dengan organisasi kepemudaan yang lain semacam: Jong Java, Jong Sumatranen Bond, Jong Ambon, Jong Bataks Bond, Sekar Rukun, dan lain-lain untuk membentuk sebuah kongres Pemuda yang dapat menggugah semangat kerjasama diantara organisasi-organisasi pemuda di tanah air demi terwujudnya persatuan Indonesia di tengah bangsa-bangsa dunia.

Maka pada tanggal 30 April sampai dengan 2 Mei 1926 berlangsunglah Kongres tersebut yang diketuai oleh Muhammad Tabrani (Jong Java) dan Sekretaris Djamaludin Adinegoro (Jong Sumatranen Bond).

Hasil dari Kongres ini adalah penyebaran semangat nasionalis Indonesia di kalangan pemuda Indonesia (de Nationaal Indonesische geest onder de Indonesische Jeugd) juga bahwa gagasan kesatuan dan persatuan Indonesia adalah merupakan gagasan politik.

Pada Kongres ini juga lahirlah ide untuk melakukan fusi (penyatuan) seluruh organisasi pemuda menjadi satu wadah. Hal ini dimaksudkan untuk mempererat persatuan yang mengatasi kepentingan golongan, suku bangsa, bahasa dan sebagainya.

Karenanya setelah itu diadakanlah pertemuan-pertemuan untuk mewujudkan gagasan tersebut. Walaupun demikian fusi tersebut belum juga tercapai. Hasil yang mereka capai dari pertemuan-pertemuan itu adalah diletakannya dasar untuk melakukan fusi. Ialah :

  1. Indonesia Merdeka harus menjadi cita-cita seluruh pemuda Indonesia
  2. Segala perserikatan pemuda harus berdaya upaya menuju fusi dalam suatu perkumpulan.

Untuk mewujudkan hal itu diadakanlah pertemuan di Indonesische Clubhuis Kramat 106 pada tanggal 3 Mei dan 12 Agustus 1928. Pertemuan kali ini dihadiri oleh organisasi pemuda seperti: Pemuda Indonesia, Jong Java, Jong Sumatranen Bond, Jong Islamieten Bond, Pemuda Kaum Betawi, Jong Ambon, Jong Celebes dan lain sebagainya. Pada pertemuan kali ini dibicarakan pentingnya diadakannya kembali Kongres Pemuda yang kedua.

Maka dibentuklah kepanitian Kongres dengan ketua Soegondo Djojopoespito dan Sekretaris Muhammad Yamin.

Kongress Pemuda Kedua diadakan di tiga gedung yang letaknya berbeda.

Rapat pertama hari Sabtu, 27 Oktober 1928. Rapat ini diadakan di gedung Katholieke Jongenlingen Bond, Waterlooplein (Sekarang Gedung Yayasan Santa Ursula Jakarta). Rapat dimulai jam 20.00 WIB sampai 24.15 WIB

Adapun agenda rapat meliputi :

  1. Memboeka Kerapatan oleh tuan Soegondo
  2. Menerima salam dan menjoekai kerapatan
  3. Dari hal persatoean dan kebangsaan Indonesia oleh Moch Jamin

Sedangkan rapat kedua hari Minggu, 28 Oktober 1928 dimulai pukul 08.00 sampai 12.00 bertempat di Oost Java Bioscoop Koningsplein Noord.

Rapat membicarakan masalah pendidikan oleh Mej. Poernmowoelan, Tn. S Mangoensarkoro, Tn. Djoko Sarwono dan Tn. Ki Hadjar Dewantara.

Sedangkan pada rapat ketiga dilaksanakan malam harinya di Gedung Indonesische Clubhuis Kramat 106 (Sekarang Museum Sumpah Pemuda).

Agenda rapat kali ini adalah :

  1. Arak-arakan Pandoe
  2. Dari hal pergerakan Pandoe oleh Tn. Ramelan
  3. Pergerakan pemoeda Indonesia dan pergerakan pemoeda di tanah loearan (luar negeri/Belanda) oleh Mr Soenarjo
  4. Mengambil poetoesan
  5. Menoetoep kerapatan.

Pada rapat yang ketiga ini agenda arak-arakan tidak jadi dilaksanakan karena syarat yang cukup berat dari kepolisian. Selain itu, pada rapat ini juga sempat terancam untuk dibubarkan oleh Adjunct Hoofdcommisaris van Politie van der Vlugt karena terjadi pemakaian kata-kata Indonesia Merdeka.

Pada saat inilah untuk pertama kalinya diperdengarkan lagu Indonesia Raya dengan gesekan biola oleh WR Soepratman.

Kongres ditutup dengan pembacaan putusan yang merupakan tanda sumpah setia pengabdian kepada satu nusa, satu bangsa dan satu bahasa.

Sumpah setia itu berbunyi

Pertama

KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENGAKOE BERTOEMPAH DARAH JANG SATOE, TANAH INDONESIA

Kedoea

KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENGAKOE BERBANGSA YANG SATOE, BANGSA INDONESIA

Ketiga

KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENDJOENDJOENG BAHASA PERSATOEAN, BAHASA INDONESIA

Hasil Kongres ini akhirnya dibawa ke setiap organisasi pemuda untuk kemudian dijadikan sebagai landasan perjuangan.

Dengan semangat sumpah pemuda tahun ini mari kita jadikan budaya belajar sebagai pemersatu bangsa
Selamat Belajar
Selamat Berkarya
Salam100