Naiknya grafik jumlah kenakalan atau kriminalitas remaja setiap tahun menunjukkan permasalahan remaja yang cukup kompleks. Ini tidak hanya diakibatkan oleh satu perilaku menyimpang, tetapi akibat berbagai bentuk pelanggaran terhadap aturan agama, norma masyarakat atau tata tertib sekolah yang dilakukan remaja. Berikut beberapa bentuk kenakalan remaja yang sejatinya mengarah pada kejahatan / kriminalitas remaja, yang sering mendominasi pemberitaan media massa:
- Penyalahgunaan narkoba
Penyalahgunaan narkoba di kalangan remaja makin menggila. Penelitian yang pernah dilakukan Badan Narkotika Nasional (BNN) menemukan bahwa 50 – 60 persen pengguna narkoba di Indonesia adalah kalangan pelajar dan mahasiswa. Total seluruh pengguna narkoba berdasarkan penelitian yang dilakukan BNN dan UI adalah sebanyak 3,8 sampai 4,2 juta. Di antara jumlah itu, 48% di antaranya adalah pecandu dan sisanya sekadar coba-coba dan pemakai. Demikian seperti disampaikan Kepala Bagian Hubungan Masyarakat (Kabag Humas) BNN, Kombes Pol Sumirat Dwiyanto seperti dihubungi detik.health.[1]
- Akses media porno
Pornografi dan pornoaksi yang tumbuh subur di negeri kita memancing remaja untuk memanjakan syahwatnya, baik di lapak kaki lima maupun dunia maya. Zoy Amirin, pakar psikologi seksual dari Universitas Indonesia, mengutip Sexual Behavior Survey 2011, menunjukkan 64 persen anak muda di kota-kota besar Indonesia ‘belajar’ seks melalui film porno atau DVD bajakan. Akibatnya, 39 persen responden ABG usia 15-19 tahun sudah pernah berhubungan seksual, sisanya 61 persen berusia 20-25 tahun. Survei yang didukung pabrik kondom Fiesta itu mewawancari 663 responden berusia 15-25 tahun tentang perilaku seksnya di Jabodetabek, Bandung, Yogyakarta, Surabaya dan Bali pada bulan Mei 2011.[1]
- Seks bebas
Gerakan moral Jangan Bugil di Depan Kamera (JBDK) mencatat adanya peningkatan secara signifikan peredaran video porno yang dibuat oleh anak-anak dan remaja di Indonesia. Tetapi kalangan para remaja kian makin menjadi saat kalangan artis yang disukainya memakai baerbagai model pakaian yang tidak sesuai adat timur. Seks bebas yang dilakukan tidak sesuai dengan peraturan pemerintah yaitu adanya ikatan pernikahan , mengakibatkan susahnya memberikan fasilitas Negara untuk anak yang akan dilahirkan.
†Jika pada tahun 2007 tercatat ada 500 jenis video porno asli produksi dalam negeri, maka pada pertengahan 2010 jumlah tersebut melonjak menjadi 800 jenis. Fakta paling memprihatinkan dari fenomena di atas adalah kenyataan bahwa sekitar 90 persen dari video tersebut, pemerannya berasal dari kalangan pelajar dan mahasiswa. Sesuai dengan data penelitan yang dilakukan oleh Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakartaâ€.2
Apalagi orang tua yang bertempat tinggal di pelosok kota yang pada dasarnya mereka awam pada hal-hal semacam ini. Sehingga dengan mudahnya orang tua tertipu oleh bujuk rayu para anak-anak atas tindakan seks bebas.Masalah seks bebas di masyarakat memang sangat mengkhawatirkan, sebagai tolok ukur dari kemajuan suatu bangsa, tentulah di lihat dari kondisi kualitas remaja itu sendiri, maka dari itu permasalahan ini memerlukan suatu pembahasan secara khusus. Sebenarnya masalah seks bebas di indonesia sangat kompleks, banyak faktor-faktor tertentu yang menjadikan pesatnya kasus yang terjadi di Indonesia karena seks bebas, dan faktor yang kami bahas pada tulisan ini lebih kepada faktor tingkat pendidikan masyarakat yang lemah, dan sample yang kami ambil adalah masyarakat Desa Ngestirejo , Kecamatan Tanjungsari, Kabupaten Gunung Kidul.
“Desa Ngestirejo terdapat 13 dusun, 13 Rw, 57 Rt. Kecamatan Tanjungsari terdapat lima desa dengan jumlah penduduk laki-laki 14.255 jiwa dan perempuan 14.643 jiwa, dan mata pencaharian 75 % petani, 10 % nelayan, 5 % wirausaha , 5 % polisi dan 5% lain-lain. Tingkat pendidikannya terdapat SMA 2 buah, 4 buah SMP, 20 SD, 15 TKâ€. (Data dari Polsek Tanjungsari, Gunungkidul)
Pengamat kesehatan reproduksi (kespro) Tri Asmiyanto mengaku prihatin dengan maraknya perilaku seks bebas di kalangan pelajar, terutama di Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta.
Pendidikan seks (sex education) sangat penting bagi remaja / usia dini
- Faktor pertama adalah di mana anak-anak tumbuh menjadi remaja, mereka belum paham dengan sex education, sebab orang tua masih menganggap bahwa membicarakan mengenai seks adahal hal yang tabu. Sehingga dari ketidak fahaman tersebut para remaja merasa tidak bertanggung jawab dengan seks atau kesehatan anatomi reproduksinya.
- Faktor kedua, dari ketidakfahaman orang tua tentang seks dan kesehatan anatomi reproduksi mereka, di lingkungan sosial masyarakat, hal ini ditawarkan hanya sebatas komoditi, seperti media-media yang menyajikan hal-hal yang bersifat pornografi, antara lain, TV. VCD, majalah, internet, bahkan tayangan televisi pun saat ini sudah mengarah kepada hal yang seperti itu.
“Dampak dari ketidakfahaman remaja tentang sex education ini, banyak hal-hal negatif terjadi, seperti tingginya hubungan seks di luar nikah, kehamilan yang tidak diinginkan, penularan virus HIV dan sebagainya.â€[3]
Perilaku Seks Bebas pada hakekatnya merupakan dorongan narluri alamiah tentang kepuasan syahwat. Banyak kalangan yang secara ringkas mengatakan bahwa seks itu adalah istilah lain dari jenis kelamin yang membedakan antara pria dan wanita. Jika kedua jenis seks ini bersatu, maka disebut perilaku seks. Sedangkan perilaku seks dapat diartikan sebagai suatu perbuatan untuk menyatakan cinta dan menyatukan kehidupan secara intim. Akan tetapi sebagai manusia yang beragama, berbudaya, beradab dan bermoral, seks merupakan dorongan emosi cinta suci yang dibutuhkan dalam angka mencapai kepuasan nurani dan memantapkan kelangsungan keturunannya. Tegasnya, orang yang ingin mendapatkan cinta dan keturunan, maka ia akan melakukan hubungan seks dengan lawan jenisnya.
Biasanya hubungan intim antara dua orang lawan jenis cenderung bersifat emosional primer, dan apabila terpisah atau mendapat hambatan, maka keduanya akan merasa terganggu atau kehilangan jati dirinya. Berbeda dengan hubungan intim yang terjadi dalam kehidupan masyarakat modern, biasanya cenderung bersifat rasional sekunder. Lembaga keluarga yang bersifat universal dan multi fungsional, baik pengawasan sosial, pendidikan keagamaan dan moral, memelihara, perlindungan dan rekreasi terhadap anggota-anggota keluarganya, dalam berhadapan dengan proses modernitas sosial, cenderung kehilangan fungsinya.
Sebagai konsekuensi proses sosialisasi norma-norma yang berhubungan batas-batas pola dan etika pergaulan semakin berkurang, maka pengaruh pola pergaulan bebas cenderung lebih dominan merasuk kedalam kebiasaan baru. Seks sebagai kebutuhan manusia yang alamiah tersebut dalam upaya pemenuhannya cenderung didominasi oleh dorongan naluri seks secara subyektif. Akibatnya sering terjadi penyimpangan dan pelanggaran perilaku seks di luar batas hak-hak kehormatandan tata susila kemanusiaan.
Latar belakang terjadinya perilaku seks bebas pada umumnya dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:
a. Gagalnya sosialisasi norma-norma dalam keluarga, terutama keyakinan agama dan moralitas;
b. Semakin terbukanya peluang pergaulan bebas; setara dengan kuantitas pengetahuan tentang perilaku seks pada lingkungan sosial dan kelompok pertemanan;
c. Kekosongan aktivitas-aktivitas fisik dan rasio dalam kehidupan sehari-hari yang membuat seseorang akan berfikiran negatif;
d. Sensitifitas penyerapan dan penghayatan terhadap struktur pergaulan dan seks bebas relatif tinggi , yang akan membuat oarng tidak mendengarkan nasehat oaring lain;
e. Rendahnya konsistensi pewarisan contoh perilaku tokoh-tokoh masyarakat dan lembaga-lembaga sosial yang berwenang;
f. Rendahnya keperdulian dan kontrol sosial masyarakat terhadap perilaku remaja yang melayahi aturan-aturan yang berlaku;
g. Adanya kemudahan dalam mengantisipasi resiko kehamilan yang tidak ada pihak dirugikan;
h. Rendahnya pengetahuan tentang kesehatan dan resiko penyakit berbahaya yang disebabkan dari seks bebas;
i. Kesepian, berpisah dengan pasangan terlalu lama, atau karena keinginan untuk menikmati sensasi seks di luar rutinitas rumah tangga, sebaiknya orang tua lebih perhatian kepada anaknya;
Hal ini dimungkinkan karena sosialisasi norma dalam keluarga tidak efektif, sementara cabang hubungan pergaulan dengan berbagai pola perilaku seks di luar rumah meningkat yang kemudian mendominasi pembentukan kepribadian baru. Kalangan remaja pada umumnya lebih sensitif menyerap struktur pergaulan bebas dalam kehidupan masyarakat.
“Popularitas Perilaku Seks Bebas dalam kehidupan masyarakat
Populernya perilaku seks di luar nikah, karena adanya tekanan dari
teman-temannya atau mungkin dari pasangannya sendiri.â€[4]
Peran Orang Tua Dalam Pembentukan Identitas Remaja
Fase pertumbuhan anak telah banyak dipahami oleh kebanyakan orang tua dan masyarakat pada umumnya. Masyarakat harus semakin peduli akan pentingnya pendidikan anak usia dini sebelum mulai meranjak usia remaja, yang ditandai dengan terus bertambahnya lembaga pendidikan baik formal maupun nonformal. Namun demikian, penyelenggaraan proses pendidikan ini banyak memperoleh kritikan dan muatan akademik mendominasi kegiatan pembelajaran di lembaga sekolahan, hampir seluruh waktu belajar anak dilakukan melalui kegiatan akademik, dengan sangat sedikit kegiatan belajar anak dilakukan dalam bentuk bermain. Akibatnya, kebutuhan mendasar anak yang berkaitan dengan perkembangan emosi, sosial bahasa, dan seni (estetika) belum mendapat porsi yang maksimal, sehingga si anak akan mengalami kesulitan dalam mencapai apa yang diharapkan orang tua. Jika orang tua tidak mendidik anak dengan baik hanya menyerahkan pihak sekolahan maka anak tersebut akan berperilaku semaunya saja.
Dalam bukunya Dr. Anita Yus memaparkan beberapa Peranan orang tua terhadap pendidikan seks di usia dini :
- Orang Tua dapat lebih peka terhadap lingkungan
- Orang Tua tidak mudah terpengaruh dan tergoda dengan orang lain
- Orang Tua dapat lebih berpikir positif mengenai seks bebas
- Orang Tua dapat membantu pemerintah dalam mengurangi tindak kriminalitas.
- Orang Tua memetakan daerah-daerah yang masyarakatnya masih awan akan seks bebas.
“tahapan perkembangan bermain bersama-tahapan bermain sendiri, berdampingan, dan asosiatif.â€[5]
“Salah satu aspek penting yang harus diperhatikan dalam perjalanan hidup seorang remaja adalah pembentukan identitasnya. Salah satu identitas diri yang harus dimiliki oleh setiap remaja adalah tata nilai. Melalui sistem tata nilai yang dianutnya, seorang remaja mengungkapkan siapa, mengapa, dan bagaimana dia sebagai sosok pribadi. Dapat dikatakan, setiap remaja adalah pribadi yang unik dan khas sehingga memiliki identitas diri atau tata nilai yang belum tentu sama dengan identitas atau tata nilai yang dianut remaja lainâ€.[6]
Generasi yang mendatang dengan perkembangan teknologi haruslah diimbangi dengan ahklah yang baik untuk tidak menjadi genarasi yang jatuh kedalam kegelapan dan massa depan yang tidak bahagia. Peran oarng tua untuk menjadi pendidik langkah awal untuk mewariskan ahklak yang baik, dan mampu mengahapi kehidupan yang mendatang.
Daftar Pustaka
- Guslaeni, Hafid. 2012. Kriminalitas Remaja Di Sekitar Kita. hizbut-tahrir.or.id
- Yuwono, Markus. 2012. Seks Bebas Pelajar, Pemkab Didesak Cari Solusi Konkret. news.okezone.com
- Purnama, Bayu. 2012. Kenapa sih Pelajaran Seks untuk Remaja itu Penting. bayudipurn.blogspot.com
- Neli, Mia. 2010. Latar Belakang Perilaku Seks Bebas Dan Perkembangannya Dalampola Kehidupan Masyarakat. kerugiankaumhawa.blogspot.co.id
- Yus, Anita. 2011. Model Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: Kencana.
- Miharja, Wiguna. 2010. Peran Orang Tua Dalam Perlindungan Remaja Terhadap Pergaulan Bebas. Bogor : MA Darul Ulum.
Catatan Editor
Sugeng Riyadi adalah seorang guru Fisika dari Sinotif Cabang Kemang Pratama. Pria asal Klaten ini merupakan lulusan Fisika Universitas Negeri Yogyakarta.
Komentar berhasil disembunyikan.