Hallo Sobat Seratus!
Pada tanggal 17 Agustus 1945, bangsa Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya. Dan dengan cepat berita ini menyebar ke seantero pelosok negeri. Tanpa komando rakyat berinisiatif mengambil alih berbagai kantor dan instalasi yang pernah dikuasai Jepang
Akan tetapi hal ini tidak berjalan mulus, karena ketika pelucutan tentara Jepang ini terjadi. Sekutu datang dengan dibonceng Belanda. Liciknya, ternyata Belanda memiliki agenda tersembunyi untuk kembali menguasai Nusantara tercinta. Setelah tanggal 31 Agustus menyuruh pimpinan Surabaya menaikan bendera merah putih biru untuk merayakan ulang tahun Ratu Wilhemina. Klimaksnya pada tanggal 18 September 1945, mereka mengibarkan bendera Belanda di hotel Yamato/ Hotel Oranje (sekarang Hotel Majapahit Jalan Tunjungan Surabaya).
Tentu saja arek-arek Suroboyo marah. Mereka menganggap bahwa pengibaran bendera tersebut adalah penghinaan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kabar tersebut meluas dan dalam waktu singkat, massa yang marah telah membanjiri hotel tersebut.
Residen Surabaya Soedirman (bukan Panglima Soedirman) menembus kerumunan massa untuk berunding dengan Mr Ploegman meminta agar mereka menurunkan bendera tersebut. Mr Plogman menolak menurunkan bendera dan juga menolak kedaulatan NKRI. Tentu saja hal ini menyebabkan perundingan jadi memanas. Sampai Ploegman mengeluarkan pistol dan meledakkan isinya. Maka terjadilah perkelahian dalam ruang perundingan itu. Akhirnya Ploegman tewas dicekik oleh Sidik (pengawal Residen Soedirman). Sedangkan Residen Soedirman lari keluar.
Mendengar suara tembakan, para pemuda –arek-arek Suroboyo- menyerbu ke dalam Hotel. Terjadi perkelahian di lobi hotel antara pemuda Surabaya dengan orang-orang Belanda. Beberapa anak muda berebut naik ke atap Hotel. Untuk menurunkan bendera, merobek bagian birunya dan menaikkan kembali bendera yang telah jadi merah putih tersebut. Maka pekik merdekapun, membahana di langit Surabaya mengiringi berkibarnya Sang Merah Putih.
Selanjutnya, pertempuran-pertempuran kecil terus terjadi dalam rangka mempertahankan kedaulatan negeri.
Bahkan pada 22 Oktober 1945, pimpinan Nahdlatul Ulama mengeluarkan Resolusi Jihad yang isinya adalah:
- Wajib Ain hukumnya memerangi orang yang merintangi kemerdekaan Indonesia
- Bahwa mati dalam peperangan melawan NICA hukumnya adalah mati syahid
- Setiap orang yang memihak Belanda dianggap memecah persatuan, hukumnya wajib dibunuh.
Namun berselang 3 hari dari diterbitkannya Resolusi Jihad ini, pada tanggal 25 Oktober 1945 ternyata Inggris justru mendarat di Pelabuhan Tanjung Perak dengan 6000 pasukan bersenjata lengkap.
Mendengar pendaratan ini, ribuan rakyat dan laskar dari Jawa Timur bergerak menuju Surabaya dan memicu terjadinya perang 3 hari di Surabaya 27-29 Oktober 1945. Dalam peperangan ini Inggris kewalahan dalam menghadapi rakyat Jawa Timur.
Akhirnya Inggris mendatangkan Presiden Soekarno ke Surabaya untuk melakukan perjanjian gencatan senjata. Walaupun perjanjian berhasil ditanda-tangani akan tetapi terjadi insiden baku tembak di Jembatan Lima yang menewaskan Brigadir Jenderal Mallaby, orang nomor 1 bagi tentara Inggris di Surabaya.
Kematian Mallaby, menyebabkan Mayor Jenderal Mansergh memberikan ultimatum agar pejuang dan tentara Indonesia menyerahkan senjata sebelum 10 November 1945.
Pada tanggal 9 November 1945, pesawat Inggris meraung-raung di langit Surabaya sambil menebarkan selebaran yang berisi ultimatum untuk
- Pihak Indonesia harus menyerahkan semua tawanan pada tanggal 9 November pukul18.00
- Semua pemimpin Indonesia harus melaporkan diri di Jalan Jakarta dengan meletakan senjata 100 yard dari tempat berkumpul untuk menandatangai perjanjian menyerah tanpa syarat
- Bangsa Indonesia lain yang bersenjata harus melapor ke Westerbuiten Weg atau ke Darmo Boulevard dan Coen Bouleverd dengan mengibarkan bendera putih.
- Yang diperkenankan membawa senjata hanya polisi berseragam dan TKR yang teratur.
- Tentara sekutu akan mengadakan pembersihan di dalam kota dan siapa yang diketahui menyimpan senjata akan dihukum mati.
- Siapa yang menganggu interniran sekutu akan dijatuhi hukuman mati
- Para perempuan dan anak-anak Indonesia yang akan meninggalkan kota dibolehkan pada tanggal 9 November 1945 pukul 19.00 terbatas pada jurusan Mojokerto dan Sidoarjo lewat jalan besar.
Hal ini memicu kemarahan rakyat Surabaya.
Seorang Pemuda bernama Soetomo kemudian sowan ke Hadratusy Syaikh Kyai Hasyim Ashari yang saat itu berada di Surabaya untuk meminta izin menyebarluaskan Resolusi Jihad pada siaran Radio.
Hadratusy Syaikh mengabulkan permintaan Bung Tomo ini dengan terlebih dahulu mengubah isi Resolusi Jihad menjadi lebih operasional sebagai berikut:
“Berperang menolak dan melawan pendjadjah itoe Fardloe ‘ain (jang haroes dikerdjakan oleh tiap-tiap orang Islam, laki-laki, perempoean, anak-anak, bersendjata ataoe tidak) bagi jang berada dalam djarak lingkaran 94 km dari tempat masoek dan kedoedoekan moesoeh. Bagi orang-orang jang berada di loear djarak lingkaran tadi, kewadjiban itu djadi fardloe kifajah (jang tjoekoep, kalaoe dikerdjakan sebagian sadja…†menjadi “Bagi tiap-tiap orang Islam, laki-laki, perempoean, anak-anak (bersenjata ataoe tidak) yang berada dalam djarak lingkaran 94 km dari Soerabaja, Fardloe ‘Ain hukumnya untuk berperang melawan moesoeh oentoek membela Soerabaja..â€
Pidato Bung Tomo yang tersebar melalu siaran radio tidak hanya membakar arek-arek Suroboyo saja, akan tetapi juga membakar rakyat kota lain disekitar Surabaya seperti : Malang, Jombang, Mojokerto, Tuban, Pasuruan maupun Lamongan. Bahkan juga sampai kota yangh cukup jauh seperti Jember, Banyuwangi, Rembang bahkan Cirebon.
Rakyat Indonesia terpanggil untuk menyambut serangan umum yang dilancarkan Inggris dengan perlawanan sengit dan berani mati. Dengan kekuatan 20.000 tentara dan 100.000 rakyat yang dipimpin oleh Bung Tomo, KH Hasyim Ashari, KH Wahab Hasbullah dan KH Masykur, rakyat Indonesia berjuang mempertahankan Kota Surabaya yang dibombardir oleh 30.000 pasukan Inggris yang dilengkapi tank, pesawat tempur dan kapal perang. Darah para pahlawan membanjiri jalan-jalan di Surabaya. Tetapi hal tersebut tidak menyurutkan perlawanan rakyat Indonesia. Rakyat Indonesia dengan gagah berani terus melawan dengan pekikan takbir dan merdeka atau mati.
Perang yang diperkirakan oleh Inggris akan selesai dalam 3 hari ini ternyata memakan waktu yang lama. Kurang lebih 3 minggu. Hal ini karena semangat pantang menyerah dari para pahlawan kita yang berjuang habis-habisan sampai nafas terakhir.
Dengan memakan korban yang tidak sedikit. Setidaknya 6000 sampai 16000 pejuang kita gugur. Akan tetapi peristiwa Surabaya telah memberi inspirasi bagi daerah-daerah lain untuk turut serta mempertahankan kemerdekaan bangsanya. Selain itu juga peristiwa Surabaya juga memberikan syok terapi bagi Belanda untuk berpikir ulang dalam menjajah Indonesia.
Komentar berhasil disembunyikan.