Hallo sobat100,
Tanggal 20 November diperingati sebagai Hari Anak Sedunia, tanggal yang didedikasikan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat serta orang tua tentang hak dan kesejahteraan anak.
Sebagai orang tua tentu harus dapat memberikan bimbingan serta arahan yang tepat agar anak menjadi manusia yang baik dan berakhlak mulia sebagaimana yang ayah dan bunda inginkan kelak saat mereka telah dewasa. Karena hal tersebut tidak dapat dipungkiri lagi ayah dan bunda akan memberikan bimbingan serta arahan yang lebih agar anak menjadi seperti apa yang ayah dan bunda impikan.
Tapi apakah cara ayah dan bunda dalam mengasuh serta mendidik anak itu tepat? Jika ayah dan bunda mengasuh serta mendidik anak kurang tepat maka bisa membuat Ayah dan bunda masuk dalam pola hyper-parenting.
Apa itu pola asuh Hyper-parenting ?
Tapi tahukah Ayah dan Bunda, bahwa setiap anak memiliki kepribadian, karakter dan cita-cita yang berbeda-beda. Sehingga orang tua tidak bisa memaksakan kehendaknya dengan menerapkan pola pengasuhan yang sama antara anak satu dan anak yang lain. Dan menganggap bahwa pola asuh yang diterapkan pada anak ini akan berhasil pada anak yang lain.
Orang tua seringkali memaksakan kehendak dan keinginannya pada anak tanpa mempertimbangkan kemampuan dan perasaan anak. Para orang tua selalu beralasan bahwa mereka ingin anak-anaknya mendapatkan yang terbaik untuk kehidupannya ke depan. Inilah kenyataan yang terjadi pada orang tua yang menerapkan pola asuh Hyper-parenting.
Hyper-parenting merupakan pola pengasuhan orang tua dilakukan dengan pola kontrol yang berlebihan. Dalam pola pengasuhan ini orang tua memiliki kontrol yang mutlak dan tinggi terhadap anak-anaknya. Orang tua selalu berusaha keras untuk mencermati apapun yang dilakukan oleh anak dan segala hal yang akan diberikan kepada anaknya. Hal ini dilakukan orang tua untuk mengantisipasi terjadinya permasalahan pada anak baik untuk saat ini maupun untuk kehidupan ke depan nantinya.
Penyebab Orangtua Menggunakan Pola Hyper-parenting
Orang tua menerapkan pola pengasuhan hyper-parenting karena dilandasi oleh rasa sayang dan cinta kasih kepada anak-anaknya. Umumnya pola pengasuhan ini dipengaruhi karena orang tua merasa tidak puas dengan pola pengasuhan yang dulu sewaktu kecil ia rasakan. Bisa jadi orang tua tidak puas terhadap pencapaian karir atau kehidupannya sekarang. Sehingga orang tua terobsesi agar anaknya menjadi yang terbaik tidak seperti orang tuanya sekarang. Sebenarnya wajar saja jika semua orang tua mengharapkan anak-anaknya dapat mewujudkan semua keinginan dan cita-citanya. Akan tetapi perlu Anda tahu bahwa memaksakan kehendak bukanlah jalan keluar yang terbaik untuk menyelesaikan masalah.[1]
Dampak buruk dari penerapan pola asuh Hyper-parenting
Pasti ada dampak buruknya dari penerapan pola asuh hyper-parenting tersebut salah satunya adalah menghambat pertumbuhan dan juga menimbulkan kemarahan yang berlebihan karena anak merasa tidak bebas. Selain hal yang disebutkan di atas, masih ada beberapa dampak buruk dari penerapan pola asuh hyper-parenting.
Dampak Buruk Pada Orangtua
1. Mudah cemas
Dengan menerapkan pola pengasuhan ini, hidup menjadi tak tenang karena Anda akan semakin sering menjadi cemas. Di benak Anda akan terlintas berbagai hal negatif untuk anak di masa depan. Padahal itu belum tentu terjadi. Percayalah bahwa rasa cemas akan menyiksa Ayah dan Bunda baik secara langsung maupun perlahan.
2. Kurang menikmati proses pengasuhan
Coba jadikan waktu untuk mengasuh buah hati sebagai salah satu kegiatan paling menyenangkan selain aktivitas sehari-hari Anda. Jika terjebak dalam pola hyper-parenting maka bisa menjadi kurang menikmati proses mengasuh dan mendidik anak. Ayah dan Bunda hanya menginginkan buah hati mengikuti kemauan Anda sebagai orang tua, padahal seharusnya ada interaksi antara orang tua dan anak.
3. Kehilangan waktu untuk diri sendiri
Dengan terus-menerus melakukan hyper-parenting dapat dipastikan Ayah dan Bunda akan banyak kehilangan waktu untuk diri sendiri. Anda hanya memfokuskan diri untuk hal yang anda anggap baik untuk anak menurut anda sendiri. Ini biasanya didasarkan oleh kebutuhan materi di masa depan atau mungkin hanya rasa cemas dan khawatir berlebihan dari dalam diri.
4. Tidak kompak
Hyper-parenting membuat Anda tidak kompak dengan buah hati karena Anda bersikap egois dan tidak memedulikan yang sebenarnya diinginkan anak. Pola ini juga dapat membuat jarak di antara anggota keluarga.
5. Lebih mudah stres
Ayah dan Bunda akan lebih mudah stres karena dalam menerapkan pola pengasuhan ini diliputi perasaan yang tidak tenang. Perlu diketahui jika Ayah dan Bunda lebih mudah stres maka pola hidup tidak akan berjalan baik. Ini juga akan berakibat buruk bagi hubungan orangtua dan anak.[2]
Dampak Buruk Pada Anak
Jangka Pendek:
• Anak lebih mudah marah
• Kerap membangkang atau tidak mau menuruti perkataan orangtua
• Jika diberi perintah akan berlama-lama mengerjakannya
• Kerap terlihat kurang bersemangat dalam menjalani aktivitas sehari-hari.
Akibat jangka panjang:
• Anak cenderung kurang inisiatif, karena seluruh hal yang dilakukannya mayoritas atas arahan dan perintah orangtua.
• Kurang mampu merefleksikan diri, karena tak ada waktu untuk berpikir mandiri. Semua hal dalam hidupnya sudah dipikirkan oleh orangtua dan anak juga kerap menerima kritik dari orangtua jika yang dilakukannya tidak sempurna atau sesuai keinginan orangtua.
• Kurang memiliki pemahaman tentang diri sendiri, sehingga anak tidak mengenal kelebihan dan kekurangan dirinya.
• Anak juga kurang memahami apa keinginan dan kebutuhannya, bahkan hal apa saja yang disukai dan tidak disukainya.
• Sedikit bicara dan kurang ekspresif, karena terbiasa mendengar bukan didengar.
• Bukan tidak mungkin anak akan mengalami depresi yang terkadang tak disadari oleh orangtua atau orang-orang di sekelilingnya.[3]
Mencegah Pola Asuh Hyper-parenting
Anak adalah peniru yang handal. Dirinya akan meniru segala perilaku baik dan buruk yang Ayah dan bunda contohkan. Oleh karena itu, sebagai media cara mendidik anak yang baik dan mencegah pola hyper-parenting, berikut ini beberapa cara mencegah pola hyper-parenting pada buah hati, yaitu:
• Berikan hadiah atau sekedar pujian ketika Si Kecil berperilaku baik.
• Selalu dukung kebaikan yang dilakukan anak dan berikan banyak kasih sayang kepadanya.
• Anak-anak akan meniru segala hal dari orantuanya. Oleh karena itu, bertindaklah dan berbicaralah padanya seperti apa yang Ayah dan Bunda inginkan pada anak.
• Bersikaplah baik, namun tetap tegas.
• Waspadai perbuatan yang bisa membahayakan dirinya atau orang lain, perilaku seperti ini harus diperbaiki.
• Bersikaplah konsisten terhadap suatu hal. Usahakan Ayah dan bunda konsisten terhadap suatu hal yang diperbolehkan atau tidak pada anak.
• Berikan aturan-aturan yang jelas dan sesuai usia anak. Ingatlah bahwa anak yang belum sekolah atau balita, cenderung tidak mengerti tentang arti peraturan. Sedangkan anak yang sudah berada di bangku sekolah, sudah mengerti apa itu peraturan yang Ayah dan Bunda buat.
• Berikan batasan yang jelas pada anak. Misalnya batasan jam untuk menonton televisi setiap harinya, atau batasan main gadget pada akhir minggu.
• Jangan merasa lelah untuk memberitahunya tentang perilaku buruk yang Ayah dan bunda tidak sukai dari Si Kecil. Hal itu bisa membuatnya berangsur-angsur menghilangkan perilaku buruknya.
• Jangan terlalu sering ngomel padanya.
• Hindari mengkritik Si Kecil.
• Jangan panggil dia “Anak burukâ€, karena yang buruk adalah perilakunya. Jelaskan padanya pula jika ada keburukan dari teman sebayanya, perilakunyalah yang buruk, bukan pribadi temannya itu.
• Jangan pula memukulnya. Dengan memukul, mengajarkan bahwa memukul orang lain diperbolehkan untuk menyelesaikan masalah.
• Jangan menarik atau menjambak rambutnya, menyeret lengannya, atau mengguncang anak saat ia melakukan kesalahan.[4]
Cara Mendidik Anak yang Baik, dan Benar di Usia Emas
Anak-anak harus diajari perilaku yang baik agar bisa hidup dan bekerja dengan baik di masyarakat saat dewasa kelak. Cara mendidik anak yang baik harus disesuaikan dengan usia anak. Adapun beberapa hal dasar yang harus ditanamkan pada anak sedini mungkin, di antaranya:
1. Cinta
Orang tua cenderung berpikir bahwa anak-anak secara alami mencintai, bersikap murah hati, dan penuh dengan kasih sayang. Hal ini memang benar, namun sebagai orang tua Anda juga harus mengajarinya. Biarkan Si Kecil melihat Anda menunjukkan cinta dan kasih sayang kepada orang-orang di dalam lingkungan. Berikan ciuman dan juga pelukan pada ketika ada Si Kecil. Katakan padanya bahwa Anda sangat mencintai dan menyayangi kakek, nenek, paman, dan anggota keluarga lainnya. Hal ini bisa menularkan rasa cinta dan kasih pada Si Kecil, sehingga saat dewasa ia tumbuh menjadi pribadi yang penyayang dan penuh kasih.
2. Kejujuran
Nilai kejujuran penting Ayah dan Bunda ajarkan pada Si Kecil. Cara terbaik untuk mengajarkannya, yakni dengan menjadi orang yang jujur. Ya, Ayah dan Bunda harus menjadi orang yang jujur untuk mengajarkan nilai kejujuran padanya. Biarkan ia mengetahui sikap jujur, baik pada pasangan, tetangga, atau orang dewasa lainnya. Dan, usahakan untuk tidak bereaksi berlebihan ketika mengatasi Si Kecil yang tengah berbohong pada orangtua. Bantulah Si Kecil untuk mengatakan sesuatu hal dengan jujur, sehingga ia akan terdorong untuk selalu berkata dan bertingkah jujur.
3. Keadilan
Ketika anak iri pada mainan temannya sehingga merusak mainan tersebut, Ayah dan bunda dapat menggunakan kejadian tersebut untuk mengajarkannya bersikap adil. Caranya, dengan mendengarkan terlebih dahulu apa alasan Si Kecil merusak mainan temannya, dan nasehatilah ia agar mau meminta maaf atas kesalahannya pada temannya. Lalu, Anda bisa menyarankannya untuk mengganti atau membantu membereskan mainan temannya yang telah ia rusak. Hal ini dapat mengajarkannya untuk bersikap adil dan belajar untuk menebus kesalahannya terhadap temannya.
4. Sopan santun
Ajarkan Si Kecil tentang sopan santun. Tunjukkan padanya bahwa dirinya harus berkata “tolong†saat meminta bantuan Anda atau orang lain, dan mengucapkan “terima kasih†ketika telah ditolong atau diberikan sesuatu oleh orang lain. Hal ini bisa membantunya untuk menjadi anak yang memiliki sikap sopan, terlebih pada orang yang berusia lebih tua.[4]
Menjadi orang tua memang cukup menyenangkan, tapi mulailah untuk belajar menghargai anak Anda karena masa depan mereka dipengaruhi pola asuh yang diberikan sejak kecil.
Daftar Pustaka :
1. Nadliroh, Iin. 2018. "Hyer Parenting" Tidak Akan Membuat Anak Bahagia. kompasiana.com
2. FUTUREADY INSURANCE BROKER. 2014. Dampak Hyper-Parenting Terhadap Anak. futuready.com
3. Ariani, Anna Surti. 2018. CIRI-CIRI DAN DAMPAK HYPERPARENTING. ayahbunda.co.id
4. dr. Kevin Adrian. 2018. Ketahui Cara Mendidik Anak yang Baik di Sini. alodokter.com
Komentar berhasil disembunyikan.