Halo Sobat Seratus,
Perkembangan teknologi dunia yang melesat akibat Revolusi Industri abad 18 sedikit banyak mempengaruhi budaya yang ada di dunia saat itu. Penggantian tenaga kerja manusia dengan mesin-mesin industri besar, menyebabkan PHK dimana-mana. Namun demikian, dunia kerja saat itu tetap membutuhkan pekerja manusia. Bukan lagi sebagai pekerja yang menggunakan tenaga kasar, akan tetapi diperlukanlah tenaga-tenaga terdidik yang berfungsi sebagai operator mesin industri.
Pengaruh ini tidak hanya dirasakan di Inggris, tetapi juga oleh Belanda terutama di Indonesia.
Pengaruh yang pertama dari revolusi industri di Indonesia adalah diberlakukannya tanam paksa. Hal ini karena industri-industri di Eropa memerlukan bahan baku yang lebih banyak akibat digantinya tenaga buruh dengan mesin Industri. Karenanya dengan diberlakukannya tanam paksa, maka akan meningkatkan kas Belanda dari hasil penjualan ekspor tanaman Industri yang ditanam oleh rakyat Indonesia.
Tanam paksa yang dilakukan oleh Pemerintah Belanda di Indonesia menyebabkan kesengsaraan yang sangat berat bagi rakyat Indonesia. Tentu hal ini mengakibatkan menurunnya angka kualitas hidup sebagian besar masyarakat Indonesia. Selain itu juga menyebabkan munculnya bahaya kemiskinan, stress yang berkepanjangan dan wabah penyakit.
Meluasnya wabah penyakit di sejumlah daerah di Indonesia terutama pada pekerja-pekerja rodi, menyebabkan kekhawatiran pemerintah Belanda terhadap turunnya produktivitas para pekerja rodi tersebut. Sementara dokter-dokter yang mampu sebagai pelayan kesehatan para pekerja tersebut masih sangat kurang. Untuk memenuhi kebutuhan ini maka pada tahun 1849 didirikanlah semacam kursus juru kesehatan untuk anak-anak pribumi di Military Hospital (sekarang RSPAD Gatot Subroto) di daerah Gambir.
Empat tahun kemudian kursusan ini ditingkatkan kualitasnya menjadi Sekolah Dokter Djawa dimana lulusannya berhak bergelar sebagai Dokter Djawa. Perbaikan kurikulum yang terus menerus membawa Sekolah Dokter Djawa diubah menjadi School tot Opleiding van Inlandsche Artsen (STOVIA) pada 1889.
Tidak hanya STOVIA saja yang didirikan oleh Pemerintah Kolonial, selain itu mereka juga mendirikan berbagai macam sekolah sebagai ‘Politik Balas Budi’. Walaupun demikian, hal ini tidak sepenuhnya balas budi melainkan sebagai pemenuhan kebutuhan akan pekerja terdidik yang dibayar murah. Maka dimana-mana didirikan sekolah oleh Belanda dengan harapan lahirnya generasi pekerja terdidik yang dibayar murah.
Namun harapan Belanda tidak sepenuhnya tercapai. Hasil dari politik etis ini justru melahirkan generasi terdidik yang berempati dengan kondisi bangsanya seperti : RA Kartini, Dewi Sartika, HOS Tjokroaminoto, Agus Salim, Soetomo, Soewardi Soerjaningrat, Dr Tjipto Mangunkusumo dan lain-lain.
Penderitaan rakyat yang sangat berat dan pendidikan yang mereka peroleh telah membukakan mata para pendahulu kita tersebut untuk bangkit memperbaiki nasib bangsa dan bisa mandiri mengatur negara sendiri. Tujuan pergerakan para pejuang bangsa ini, bermuara pada satu kata. MERDEKA!
Yang membedakan perlawanan para pejuang di awal abad 20 jika dibanding dengan pergerakan sebelumnya adalah bahwa perjuangan yang sekarang lebih terorganisasi dengan baik dan memiliki visi dan misi yang terkonsep secara jelas yaitu INDONESIA MERDEKA.
Karenanya pada tanggal 20 Mei 1908, beranjak dari keprihatinan kaum terdidik di STOVIA terhadap penderitaan rakyat Indonesia, maka didirikanlah sebuah organisasi yang diberi nama Boedi Oetomo.
Organisasi yang hari lahirnya di jadikan sebagai Hari Kebangkitan Nasional ini memang hanya diperuntukkan bagi priyayi Jawa saja. Namun demikian organisasi yang didirikan oleh dokter Soetomo ini telah memberikan inspirasi bagi lahirnya organisasi-organisasi yang memperjuangkan INDONESIA MERDEKA lainnya.
Tidak lama setelah Boedi Oetomo didirikan di STOVIA, para pelajar Indonesia di Belanda mendirikan Indische Vereeniging (Perhimpunan Hindia) oleh Sutan Kasayangan Soripada. Organisasi Pelajar inilah yang 20 tahun kemudian berperan penting dalam pelaksanaan Kongress Pemuda II yang melahirkan Sumpah Pemuda.
Organisasi lain yang berdiri adalah Sarekat Dagang Islam pada tanggal 16 Oktober 1905 oleh H Samanhudi di Surakarta. Merupakan organisasi pedagang batik Laweyan Solo yang menentang politik Belanda yang mengizinkan masuknya pedagang asing untuk menguasai ekonomi rakyat pada masa itu. Pada tahun 1912 atas prakarsa ketuanya yang baru, yaitu HOS Tjokroaminoto nama Sarekat Dagang Islam diganti menjadi Sarekat Islam saja.
Sementara partai politik yang didirikan pertama kali oleh anak bangsa Indonesia adalah Indishche Partij oleh Tjipto Mangunkusumo, Douwes Dekker dan Soewardi Soerjaningrat pada 25 Desember 1912. Tentu saja ini bagi pemerintah kolonial partai merupakan organisasi terlarang karena secara frontal menuntut kemerdekaan Indonesia.
Tentu yang tidak boleh kita lupakan adalah peran serta lembaga-lembaga pendidikan yang didirikan oleh RA Kartini, Dewi Sartika dan Taman Siswanya Ki Hajar Dewantara. Semua itu juga memberikan sumbangan besar bagi bangkitnya Bangsa Indonesia untuk merdeka.
Setiap zaman ada tokohnya. Tentu visi INDONESIA MERDEKA tidak tepat kita pakai sekarang karena tantangannya sudah berbeda. Akan tetapi kiprah para pendahulu merupakan inspirasi yang tidak pernah kering untuk dijadikan teladan.
Selamat Hari Kebangkitan Nasional.
Komentar berhasil disembunyikan.