Hallo sobat100,

Time to history sobat100, Tepat tanggal 24 Agustus ini kita memperingati kelahiran Pahlawan Nasional Muhammad Yamin.  Beliau Salah satu tokoh pemuda yang aktif berjuang di jalur organisasi dan kepartaian serta terlibat secara langsung sebagai pelaku sejarah mengantarkan rakyat Indonesia ke pintu gerbang kemerdekaan dan menyusun dasar negara.

Prof. Mr. Mohammad Yamin, S.H. lahir di Talawi, Sawahlunto, Sumatera Barat, 24 Agustus 1903 – meninggal di Jakarta, 17 Oktober1962 pada umur 59 tahun adalah sastrawan, sejarawan, budayawan, politikus, dan ahli hukum yang telah dihormati sebagai pahlawan nasional Indonesia. Ia merupakan salah satu perintis puisi modern Indonesia dan pelopor Sumpah Pemuda sekaligus "Pencipta Imaji Keindonesiaan" yang mempengaruhi sejarah persatuan Indonesia.

Profile Mohammad Yamin

 

Nama        : Prof. Mohammad Yamin, S.H.
Lahir         : Sawahlunto, Sumatera Barat, 24 Agustus 1903
Meninggal : Jakarta, 17 Oktober 1962 (umur 59)
Agama      : Islam
Ayah         : Tuanku Oesman Gelar Baginda Khatib
Ibu           : Siti Saadah

Jabatan :
Menteri Kehakiman Indonesia ke-6 (27 April 1951 – 14 Juni 1951)
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia ke-8 (30 Juli 1953 – 12 Agustus 1955)
Menteri Penerangan Indonesia ke-14 (6 Maret 1962 – 17 Oktober 1962)

 

Latar Belakang Mohammad Yamin

Mohammad Yamin merupakan putra dari pasangan Usman Baginda Khatib dan Siti Saadah yang masing-masing berasal dari Sawahlunto dan Padang Panjang. Ayahnya memiliki enam belas anak dari lima istri, yang hampir keseluruhannya kelak menjadi intelektual yang berpengaruh.

Saudara-saudara Yamin antara lain : Muhammad Yaman seorang pendidik Djamaluddin Adinegoro seorang wartawan terkemuka dan Ramana Usman, pelopor korps diplomatik Indonesia. Selain itu sepupunya Mohammad Amir, juga merupakan tokoh pergerakan kemerdekaan Indonesia.

Yamin mendapatkan pendidikan dasarnya di Hollandsch-Inlandsche School (HIS) Palembang, kemudian melanjutkannya ke Algemeene Middelbare School (AMS) Yogyakarta. Di AMS Yogyakarta, ia mulai mempelajari sejarah purbakala dan berbagai bahasa seperti Yunani, Latin, dan Kaei. Namun setelah tamat, niat untuk melanjutkan pendidikan ke Leiden, Belanda harus diurungnya dikarenakan ayahnya meninggal dunia. Ia kemudian menjalani kuliah di Rechtshoogeschool te Batavia (Sekolah Tinggi Hukum di Jakarta, yang kelak menjadi Fakultas Hukum Universitas Indonesia), dan berhasil memperoleh gelar Meester in de Rechten (Sarjana Hukum) pada tahun 1932.

 

Kehidupan Keluarga Mohammad Yamin

Pada tahun 1937, Mohammad Yamin menikah dengan Siti Sundari yaitu seorang putri bangsawan dari Kadilangu, Demak, Jawa Tengah dan dari perkawinan tersebut mereka dikaruniai seorang putra bernama Dang Rahadian Sinayangsih Yamin. Pada tahun 1969, Dang Rahadian Sinayangsih Yamin melangsungkan pernikahan dengan Raden Ajeng Sundari Merto Amodjo yaitu seorang putri tertua dari Mangkunegoro VIII.

 

Karier Kesusastraan Mohammad Yamin

 

Mohammad Yamin memulai karier sebagai seorang penulis pada dekade 1920-an semasa dunia sastra Indonesia mengalami perkembangan. Karya-karya pertamanya ditulis menggunakan bahasa Melayu dalam jurnal Jong Sumatera, sebuah jurnal berbahasa Belanda pada tahun 1920. Karya-karya terawalnya masih terikat kepada bentuk-bentuk bahasa Melayu Klasik.

Pada tahun 1922, Yamin muncul untuk pertama kali sebagai penyair dengan puisinya, Tanah Air yang dimaksud tanah airnya yaitu Minangkabau di Sumatera. Tanah Air merupakan himpunan puisi modern Melayu pertama yang pernah diterbitkan. Himpunan Yamin yang kedua, Tumpah Darahku, muncul pada 28 Oktober 1928. Karya ini sangat penting dari segi sejarah, karena pada waktu itulah Yamin dan beberapa orang pejuang kebangsaan memutuskan untuk menghormati satu tanah air, satu bangsa, dan satu bahasa Indonesia yang tunggal. Dramanya, Ken Arok dan Ken Dedes yang berdasarkan sejarah Jawa, muncul juga pada tahun yang sama.
Dalam puisinya, Yamin banyak menggunakan bentuk soneta yang dipinjamnya dari literatur Belanda. Walaupun Yamin melakukan banyak menggunakan bahasa dalam puisi-puisinya, ia masih lebih menepati norma-norma klasik Bahasa Melayu, berbanding dengan generasi-generasi penulis yang lebih muda. Ia juga menerbitkan banyak drama, esei, novel sejarah, dan puisi. Ia juga menerjemahkan karya-karya William Shakespeare (drama Julius Caesar) dan Rabindranath Tagore.

 

Karier Politik Mohammad Yamin

 

Karier politik Yamin dimulai ketika ia masih menjadi mahasiswa di Jakarta. Ketika itu ia bergabung dalam organisasi Jong Sumatranen Bond dan menyusun ikrar Sumpah Pemuda yang dibacakan pada Kongres Pemuda II. Dalam ikrar tersebut, ia menetapkan Bahasa Indonesia, yang berasal dari Bahasa Melayu, sebagai bahasa nasional Indonesia. Melalui organisasi Indonesia Muda, Yamin mendesak supaya Bahasa Indonesia dijadikan sebagai alat persatuan. Kemudian setelah kemerdekaan, Bahasa Indonesia menjadi bahasa resmi serta bahasa utama dalam kesusasteraan Indonesia.
Pada tahun 1932, Yamin memperoleh gelar sarjana hukum. Ia kemudian bekerja dalam bidang hukum di Jakarta hingga tahun 1942. Pada tahun yang sama, Yamin tercatat sebagai anggota Partindo. Setelah Partindo bubar, bersama Adenan Kapau Gani dan Amir Sjarifoeddin, ia mendirikan Gerakan Rakyat Indonesia (Gerindo). Tahun 1939, ia terpilih sebagai anggota Volksraad (Dewan Rakyat).

Semasa pendudukan Jepang (1942-1945) Yamin bertugas pada Pusat Tenaga Rakyat (PUTERA), sebuah organisasi nasionalis yang disokong oleh pemerintah Jepang. Pada tahun 1945, ia terpilih sebagai anggota Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI).

Mohammad Yamin juga mengemukakan pendapatnya mengenai dasar negara pada sidang pertama BPUPKI yang dilaksanankan pada tanggal 29 Mei sampai 1 Juni 1945. Berikut ini usulan dasar negara dari Moh. Yamin :

1.    Peri Kebangsaan
2.    Peri Kemanusiaan
3.    Peri Ketuhanan
4.    Peri Kerakyatan
5.    Kesejahteraan rakyat.

Pada sidang BPUPKI, Yamin banyak memainkan peran. Ia berpendapat agar hak asasi manusia dimasukkan ke dalam konstitusi negara. Ia juga mengusulkan agar wilayah Indonesia pasca-kemerdekaan, mencakup Sarawak, Sabah, Semenanjung Malaya, Timor Portugis, serta semua wilayah Hindia Belanda.

Soekarno yang pada saat itu juga merupakan anggota BPUPKI menyokong ide Yamin tersebut. Pasca kemerdekaan, Soekarno menjadi Presiden Republik Indonesia yang pertama, dan Yamin juga dilantik untuk jabatan-jabatan yang penting dalam pemerintahannya.

Pasca kemerdekaan, beberapa jabatan yang pernah dijabat oleh Moh. Yamin antara lain :

1.    Anggota DPR (sejak tahun 1950)
2.    Menteri Kehakiman (1951-1952)
3.    Menteri Pengajaran, Pendidikan, dan Kebudayaan (1953-1955)
4.    Menteri Urusan Sosial dan Budaya (1959-1960)
5.    Ketua Dewan Perancang Nasional (1962)
6.    Ketua Dewan Pengawan IKBN Antara (1961-1962)
7.    Menteri Penerangan (1962-1963)

Pada saat menjabat sebagai Menteri Kehakiman, Yamin membebaskan tahanan politik yang dipenjara tanpa proses pengadilan. Tanpa grasi dan remisi, ia mengeluarkan 950 orang tahanan yang dicap komunis atau sosialis. Atas kebijakannya itu, ia dikritik oleh banyak anggota DPR. Namun Yamin berani bertanggung jawab atas tindakannya tersebut. Kemudian disaat menjabat Menteri Pengajaran, Pendidikan, dan Kebudayaan, Yamin banyak mendorong pendirian univesitas-universitas negeri dan swasta di seluruh Indonesia. Di antaraperguruan tinggi yang ia dirikan adalah Universitas Andalas di Padang, Sumatera Barat.

Karya-karyanya Mohammad Yamin
  • Tanah Air (puisi), 1922
  • Indonesia, Tumpah Darahku, 1928
  • Kalau Dewa Tara Sudah Berkata (drama), 1932
  • Ken Arok dan Ken Dedes (drama), 1934
  • Sedjarah Peperangan Dipanegara, 1945
  • Tan Malaka, 1945
  • Gadjah Mada (novel), 1948
  • Sapta Dharma, 1950
  • Revolusi Amerika, 1951
  • Proklamasi dan Konstitusi Republik Indonesia, 1951
  • Bumi Siliwangi (Soneta), 1954
  • Kebudayaan Asia-Afrika, 1955
  • Konstitusi Indonesia dalam Gelanggang Demokrasi, 1956
  • 6000 Tahun Sang Merah Putih, 1958
  • Naskah Persiapan Undang-undang Dasar, 1960, 3 jilid
  • Ketatanegaraan Madjapahit, 7 jilid
Penghargaan Mohammad Yamin

Atas jasa-jasanya dalam perkembangan Indonesia, Moh. Yamin mendapat beberapa penghargaan :

  1. Gelar Pahlawan Nasional pada tahun 1973 sesuai dengan SK Presiden RI No. 088/TK/1973.
  2. Bintang Mahaputra RI, tanda penghargaan tertinggi dari Presiden RI atas jasa-jasangan pada nusa dan bangsa.
  3. Tanda penghargaan dari Corps Polisi Militer sebagai pencipta lambang Gajah Mada dan Panca Darma Corps.
  4. Tanda penghargaan Panglima Kostrad atas jasanya menciptakan Pataka Komando Cadangan Strategi Angkatan Darat.

 

Puisi-puisi Karya Muhammad Yamin

 

TANAH AIR

Pada batasan, bukit Barisan,
Memandang aku, ke bawah memandang
Tampaklah Hutan, rimba, dan ngarai
Lagipun sawah, sungai yang permai

Serta gerangan, lihatlah pula
Langit yang hijau bertukar warna
Oleh pucuk, daun kelapa;
Itulah tanah, tanah airku
Sumatera namanya, tumpah darahku.

Sesayup mata, hutan semata
Bergunung bukit, lembah sedikit
Jauh di sana, disebelah situ,
Dipagari gunung, satu persatu
Adalah gerangan sebuah surga,
Bukannya janat bumi kedua
-Firdaus Melayu di atas dunia!

Itulah tanah yang kusayangi,
Sumatera, namanya, yang kujunjungi.
Pada batasan, bukit barisan,
Memandang ke pantai, teluk permai

Tampaklah air, air segala,
Itulah laut, samudera Hindia,
Tampaklah ombak, gelombang pelbagai
Memecah kepasir lalu berderai,
Ia memekik berandai-randai :
“Wahai Andalas, Pulau Sumatera,
“Harumkan nama, selatan utara !â€

 

DI LAUTAN HINDIA

Mendengarkan ombak pada hampirku
Debar-mendebar kiri dan kanan
Melagukan nyanyi penuh santunan
Terbitlah rindu ke tempat lahirku
Sebelah Timur pada pinggirku
Diliputi langit berawan-awan

Kelihatan pulau penuh keheranan
Itulah gerangan tanah airku
Di mana laut debur-mendebur
Serta mendesir tiba di pasir
Di sanalah jiwaku, mula bertabur
Di mana ombak sembur-menyembur
Membasahi barissan sebuah pesisir
Di sanalah hendaknya, aku berkubur

 

INDONESIA TUMPAH DARAHKU

Bersatu kita teguh
Bercerai kita runtuh
Duduk di pantai tanah yang permai
Tempat gelombang pecah berderai

Berbuih putih di pasir terderai
Tampaklah pulau di lautan hijau
Gunung-gunung bagus rupanya
Dilingkari air mulia tampaknya

Tumpah darahku Indonesia namanya
Lihatlah kelapa melambai-lambai
Berdesir bunyinya sesayup sampai
Tumbuh di pantai bercerai-cerai

Memagar daratan aman kelihatan
Dengarlah ombak datang berlagu
Mengejar bumi ayah dan ibu
Indonesia namanya. Tanah airku

Tanahku bercerai seberang-menyeberang
Merapung di air, malam dan siang
Sebagai telaga dihiasi kiambang
Sejak malam diberi kelam

Sampai purnama terang-benderang
Di sanalah bangsaku gerangan menompang
Selama berteduh di alam nan lapang
Tumpah darah Nusa India

Dalam hatiku selalu mulia
Dijunjung tinggi atas kepala
Semenjak diri lahir ke bumi
Sampai bercerai badan dan nyawa

Karena kita sedarah-sebangsa
Bertanah air di Indonesia
Beta berniat membuat pahala,
Menjadikan perhiasan, atas kepala.

O Cempaka, wangi baunya
Mari kupetik seberapa adanya
Biar kugubah waktu la’i muda.

 

BAHASA, BANGSA

Selagi kecil berusia muda
Tidur si anak di pangkuan bunda,
Ibu bernyanyi, lagu dan dendang
Memuji si anak banyaknya sedang;
Berbuai sayang malam dan siang
Buaian tergantung di tanah moyang.

Terlahir di bangsa, berbahasa sendiri
Diapit keluarga kanan dan kiri
Besar budiman di tanah Melayu
Berduka suka, sertakan rau
Perasaan serikat menjadi berpadu,
Dalam bahasanya, permai merdu.

Meratap menangis bersuka raya
Dalam bahagia bala dan baya;
Bernafas kita pemanjangkan nyawa,
Dalam bahasa sambungan jiwa.
Di mana Sumatera, di situ bangsa,
Di mana Perca, di sana bahasa.

Andalasku sayang, jana-bejana,
Sejakkan kecil muda teruna,
Sampai mati berkalang tanah
Lupa ke bahasa, tiadakan pernah,
Ingat pemuda, Sumatera malang
Tiada bahasa, bangsa pun hilang.

 

BANDI MATARAM!

Pandangan jauh sekali
kepada zaman yang sudah hilang,
Ketika dewa hidup di bumi
serta bangsaku, bangsaku sayang

Berumah di hutan indah sekali,
atau di ranah lembah dan jurang,
O, Bangsaku, alangkah mujurmu di waktu itu
berjuang di padang ditumbuhi duka

Karena bergerak ada dituju
serta disinari cahaya Cinta
Atau meratap tersedu-sedu
karena kalbunya dipenuhi duka.

Walau demikian beratnya beban
hati nan sesak tiadalah sangka;
Ke langit nan hijau menadahkan tangan
meminta ke-Tuhan junjungan mulia

Supaya peruntungan tuan lupakan,
walau sengsara bukan kepalang

Tuan elakkan segala semuanya
biar terhempas terbawa ke karang,
Karena bangsaku nan sangat mulia
dengan begola, bintang gemilang

Serta bulan bersamaku surya
bertabur di langit gulita cemerlang,
Ia sehati, sekumpul senyawa,
Sebagai anak nan belum gedang

Kulihat tuan bergerak ke muka
dengan sengsara biar berperang,
Kadang berbantu haram tiada:
sungguh demikian Cahaya nurani

Nan bersinar-sinar di dalam dada
Bertambah besarnya bergandakan seri
Biar menentang bala dan baya
yang menceraikan orang, sehidup semati

Atau sepakat taulan saudara.
Dalam pandanganku tampaklah pula
Daripada bangsaku beberapa orang
berjalan berdandan ke padang mulia

Ke medan gerangan hendak berjuang
berbuat kurban meminta sejahtera
Isteri dan anak, sibiran tulang,
Baik bercabul rukun dan damai
bangsaku selalu besar dan tinggi:
Kadang ‘tu fajar hampir berderai
sedangkan embun belumlah pergi

Berjalan tuan alim dan lalai
menjelang sawah sedang menanti,
Beserta kerbau, anak dan bini

Tuan berjerih membuat puja
Kepada tanah yang subur sekali:
berkat pun turun dihadiahkan dewa,
Karena awan di gunung dan giri
turun ke bumi hujan terbawa
Alamat kesejahteraan sangat sejati!

Di tengah malam duduk bersama
Menghadapi seri cahaya pelita
timbullah sukur di hati mesra
Serta mendoa ke-Tuhan Maha Kuasa
memulangkan santun, meminta cinta.

Jikalau pekan harilah balai
Alangkah sukanya kecil dan besar.
Segala yang kecil sorak semarai
menurut jalan berputar-putar

Serta sorakan bandar dan permai:
Ada menolong ibu dan bunda
Walaupun ketiding belum berisi!

Ada bermainan, cengkerik dan layang
Dan mengadu ayam, sesuka hati!

Berapalah suka alang kepalang
Bergurau dengan pinangan sendiri,
Si anak dara di hari nan datang!

Gadis perawan muka nan permai,
ketika hari bersuka raya,
Semua berjalan menuju balai:
kalau begini terkenang dik beta

Besarlah hati tiada ternilai,
karena disinari ingatan mulia.
Lihatlah perempuan hiasan di kampung
berpakaian adat bertekatkan emas

Berteduh di surga sebagai payung
menginjakkan kaki langkah yang tangkas
Atau mengidap sebagai ikan tunjung
menceriterakan rahasia, harap dan cemas,
Di belakang berjalan ninik dan mamak,
Ajuk-mengajuk bertukar bicara

Timbang menimbang kuranglah tidak
Ke balai terus gerangan jua
Dengan suara seberapa suka!

Tiada berhingga sehari-harinya.
Apabila hari sudah malam
Datanglah pula satu per satu
berundangan makan di hari kelam:
Demikian teguhnya gerangan bangsaku

Senyawa sebadan, sejahtera dan malam
Membuat kurban setiap sekalu,
kepada kawan handai dan taulan
Jika diserang gundah gulana
tuan sembahkan kedua tangan.

Dan berapalah pula berhati suka
Kalau disinari caya kenangan,
Alamat bagia yang sangat mulia.

Lihatlah gerangan, pandanglah pula
Di sana memutih cahaya mega
Menebarkan harapan di cakrawala.

Dengarkan sungai, air dan gangga
Mengeluarkan lagu merdua suara
Sebagai bunyian di dalam suarga.

Di hati bangsaku di pulau perca
Bersinar Cinta, bersuka riang
Menghadapi usia, gemilang cuaca.

Wahai bangsaku, remaja ‘lah lindang
Sebagai embun di hari pagi
Lenyaplah ke zaman yang sudah hilang

Kini bangsaku, insafkan diri
Berjalan ke muka, marilah mari
Menjelang padang ditumbuhi mujari
Dicayai Merdeka berseri-seri.

BUKIT BARISAN

Hijau tampaknya Bukit Barisan
Berpuncak Tanggamus dengan Singgalang
Putuslah nyawa hilanglah badan
Lamun hati terkenal pulang
Gunung tinggi diliputi awan
Berteduh langit malam dan siang
Terdengar kampung memanggil taulan
Rasakan hancur tulang belulang
Habislah tahun berganti jaman
Badan merantau sakit dan senang
Membawakan diri untung dan malang
Di tengah malam terjaga badan
Terkenang bapak sudah berpulang
Berteduh selasih kemboja sebatang

 

GEMBALA

Perasaan siapa tidak kan nyata
Melihatkan anak berlagu dendang
Seorang sahaja di tengah dendang
Tiada berbaju buka kepala
Beginilah nasib anak gembala
Berteduh di bawah kayu nan rindang
Semenjak pagi meninggalkan kandang
Pulang ke rumah di senja kala
Jauh sedikit sesayup sampai
Terdengar olehku bunyi serunai
Melagukan alam nan elok permai
Wahai gembala di segara hijau
Mendengar puputmu menurutkan kerbau
Maulah aku menurutkan dikau


 GAMELAN

Tersimbah hati melihat bulan,
Diiringi awan kanan dan kiri;
Bagaikan benda berseri baiduri,
Sedangkan bintang timbul-timbulan.
Di waktu purnama berjalan-jalan
Seorang sahaja sayang sendiri;
Digundah lagi di malam hari,
Turun naik bunyi gamelan.
Lamalah sudah, padam suara,
Dibawa angin ke mana tujunya.
Kemudian hilang dalam udara.
Entah di mana sekarang duduknya,
Tetapi hatiku tiada terkira;
Siang dan malam dimabuknya.

 

GUBAHAN

Beta bertanam bunga cempaka
Di tengah halaman tanah pusaka,
Supaya selamanya, segenap ketika
Harum berbau, semerbak belaka.
Beta berahu bersuka raya
Sekiranya bunga puspa mulia
Dipetik handaiku, muda usia
Dijadikan karangan, nan permai kaya
Semenjak kuntuman, kecil semula
Beta berniat membuat pahala,
Menjadikan perhiasan, atas kepala.
O Cempaka, wangi baunya
Mari kupetik seberapa adanya
Biar kugubah waktu la’i muda.


PERASAAN

Hatiku rawan bercampur hibur
Mendengarkan riak desir-mendesir
Menuju ke pantai di tepi bergisir
Berlagu dendang sumber-menyumber.
Ombak bergulung hambur-menghambur
Mencari tepi tanah pesisir
Lalu terhempas di padang pasir
Buih berderai, putih bertabur.
Duduk begini di bulan terang
Mendengarkan gelombang memecah di karang
Rasakan putus jantungku gerang
Setelah selebu sedemikian menyerang
Terdengarlah suara merdu menderang:
‘Perasaan tinggi pemuda sekarang’

 

Sobat100 Mohammad Yamin Pahlawan Nasional Inodensia yang meliki sifat-sifat yang harus kita teladani dari beliau yaitu Nasionalisme dan patriotisme idealisme kejuangan yang tinggi rasa toleransi terhadap sesama.
laugh

 

DAFTAR PUSTAKA :

- Biografi dan Profil Lengkap Mohammad Yamin – Pahlawan Nasional Indonesia. www.infobiografi.com
- Mohammad Yamin. id.wikipedia.org
- Biografi Mohammad Yamin Pengusul Dasar Negara. www.biografipedia.com
- Bligh, Muhammad Jammal. 2018. Kumpulan Puisi Muhammad Yamin. mjbrigaseli.blogspot.com
- Simbolon, Parakitri Tahi. 2006. Menjadi Indonesia. Penerbit Buku Kompas.
- Mahayana, Maman S. 2018. MUHAMMAD YAMIN: PERINTIS PERSATUAN KEINDONESIAAN. pembebasan-sastra.blogspot.com